(Draf Buku “BERTANI
DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri
Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam. Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)
Bertani
dan berdagang sudah jadi satu tarikan nafas. Bertani ya untuk dijual. Islam
memandang penting urusan jual menjual ini. Bahkan Islam mengangkat derajat kaum
pedagang, sehingga profesi ini yang pertama mendapat kehormatan untuk membayar
zakat. Dalam sejarahnya, pedagang lah – yang karena tarikan ekonomi harus
berkelana ke seantreo dunia – menjadi penyebar Islam yang penting, termasuk ke
Nusantara.
Bergadang yakni membeli lalu menjual, atau berwirausaha yaitu membuat sesuatu lalu menjualnya; juga satu profesi yang mulia, bahkan
mempermudah datangnya rezeki Allah SWT. Satu hadits berbunyi: “Sembilan dari sepuluh
pintu rezeki ada dalam perdagangan”. Rasul kita,
Nabi Muhammad SAW juga seorang pedagang sejati. Disebutkan dalam sejarah
bahwa beliau memulai bisinisnya sejak berusia 12 tahun. Beliau dikenal sebagai
pedagang yang jujur, ramah dan sukses. Makanya Ia dipanggil Al-Shiddiq (jujur) dan Al-Amin (terpercaya).
.6.1. NABI, RASUL DAN SAHABAT YANG BERDAGANG
Bekerja mencari
nafkah dengan berniaga, bertani dan berternak tidak dianggap menjatuhkan
martabat dan tidak menurunkan kualitas tawakal para Rasul dan Sahabat. Abu
Bakar ketika menjadi khalifah setiap pagi pergi ke pasar memanggul beberapa
helai pakaian untuk dijual. Ketika bertemu dengan Umar dan Ubaidah bin Jarrah, beliau
ditanya: “Bagaimana engkau berdagang
sementara engkau menjadi pemimpin kaum muslimin?”. Abu Bakar berkata: “Dari mana aku menghidupi keluargaku?”.
Sebagaimana Umar, Abu Bakar padahal juga memperoleh bagian dari baitul mal.
Di masa nabi
Muhammad, perempuan diizinkan berkiprah dan beraktivitas di ekonomi. Khadijah (istri Nabi) dan Qailah
Umm Bani Ahmar adalah contoh pengusaha sukses. Selain itu ada lagi Asy-Syifa perempuan yang diserahi
tugas oleh Khalifah Umar sebagai manajer yang mengelola pasar Madinah.
Cerita bagaimana liku-liku para Rasul mengembangkan agama
yang diwahyukan padanya sudah begitu sering kita dengar. Kita sudah tahu itu
semenjak kanak-kanak dan sampai sekarang terus diulang-ulang dalam berbagai
khutbah dan perayaan keagamaan. Sungguh perjuangan yang sangat berat. Tantangan
dan perjuangan yang mereka jalankan bukanlah tantangan dan perjuangan yang
rata-rata
manusia umumnya, tapi dahsyat.
Nabi dan rasul sebagaimana manusia biasa juga perlu
makan, pakaian dan tempat tinggal. Ia tidak memperolehnya begitu saja
sebagaimana ia menerima wahyu. Para Nabi dan Rasul harus bekerja untuk mendapatkannya.
Ia harus bekerja sebagaimana manusia pula. Al-Hadits: ”Tuhan tidak pernah mengangkat Nabi yang
tidak pernah menggembala domba atau kambing”.
Selain untuk dirinya sendiri, para Nabi dan Rasul
pun harus menghidupi keluarganya. Maka mereka
pun juga harus berkerja. Menyampaikan
wahyu, menegakkan agama Allah dan mengurus umat tidak serta merta harus
meninggalkan kehidupan ekonominya.
Dalam sejarahnya, para Nabi berkerja sebagaimana
manusia biasa untuk menghidupi dirinya. Pada surah Al Furqan ayat 20 terbaca: "Tidaklah Kami mengutus para utusan
sebelum engkau (Muhammad) melainkan sesungguhnya mereka memakan makanan dan
berjalan di pasar-pasar". Pasar adalah tempat berkumpulnya manusia
dengan berbagai macam karakter.
Para Nabi bekerja dan berdagang secara riel. Nabi Musa AS bekerja pada Nabi Syuaib, nabi Daud sebagai pengrajin membuat
baju perang, Nabi Yusuf sebagai penasehat kerajaan dan pengawas gudang,
sedangkan Nabi Zakaria AS misalnya menjadi tukang kayu,dan Nabi Idris menjahit
pakaian.
Lain lagi Nabi
Ibrahim yang memproduksi gerabah kebutuhan rumah tangga. Sementara, Nabi Musa
adalah seorang ahli bangunan yang merancang dan memimpin beberapa proyek
pembangunan gedung-gedung monumental di Mesir. Demikian pula dengan Nabi Isa
yang sebelum diangkat menjadi nabi di umur 30 tahun, dlam lukisan-lukisan kaum
Nasrani sering digambarkan sedang menggembala kambing. Ada pula yang menyebut
bahwa Nabi Isa pernah menjadi tukang kayu.
Para Nabi
berkerja karena tidak mau aji mumpung dan menyandarkan hidup kepada umatnya.
Beragam pekerjaan yang dilakoni Rasul, dengan mengandalkan keterampilan tangan
dan lain-lain. “Tidak ada makanan yang
lebih baik dikonsumsi oleh seseorang, kecuali -- yang diperoleh -- dari
pekerjaan tangannya. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud AS makan dari pekerjaan
tangannya“ (Hadits). Nabi Daud AS mencari nafkah dari hasil pekerjaan tangannya sendiri sebagai
tukang besi. Ia membuat baju besi dan lain-lain, kemudian menjualnya ke pasar
untuk menghidupi diri dan keluarganya dari hasil penjualannya. Nabi Sulaiman AS adalah manusia pertama yang membuat hiasan dengan sepuhan
emas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar