(Draf Buku “BERTANI
DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri
Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam. Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)
Sejalan dengan kisah di atas, berkerja sembari mendakwahkan
dan mengembangkan agama merupakan pola
hidup yang banyak dilakoni para pendakwah yang memasukkan agama Islam ke
nusantara. Mereka adalah pedagang sekaligus pendakwah dan guru agama. Hal
seperti ini juga dijalankan para Wali Songo. Mereka berekonomi tidak semata
untuk keuntungan, tapi lebih kepada orientasi dakwah. Berekonomi secara benar
dan menguntungkan juga merupakan salah satu materi yang diajarkan kepada
umatnya saat itu.
Pedagang lah yang menyebarkan Islam ke
Nusantara. Tentunya pedagang yang berilmu. Mereka berdagang juga sekaligus
menjadi ustadz. Para pedagang muslim datang dan
berdagang di pusat-pusat perdagangan daerah pesisir. Malaka beserta bandar-bandar di sekitarnya, seperti Perlak
dan Samudra Pasai, merupakan pusat transit para pedagang saat itu. Mereka tinggal di tempat-tempat tersebut dalam waktu yang
lama untuk menunggu datangnya angin musim. Pada saat menunggu inilah terjadi
pembauran antar pedagang dari berbagai bangsa serta dengan penduduk setempat.
Terjadilah kegiatan saling memperkenalkan adat-istiadat, budaya, bahkan agama. Bukan hanya
lewat perdagangan, tetapi juga asimilasi melalui perkawinan.
Di
antara para pedagang tersebut, terdapat pedagang Arab, Persia, dan Gujarat yang umumnya beragama Islam. Kemudian
berkembanglah perkampungan para pedagang Islam di daerah pesisir. Bandar
menjadi pintu masuk dan pusat penyebaran agama Islam ke Indonesia. Karena
itulah, letak geografis kota-kota pusat kerajaan yang bercorak Islam pada
umumnya terletak di pesisir-pesisir dan muara sungai, yaitu Kerajaan Perlak,
Samudra Pasai, Palembang, Banten, Sunda Kelapa, Cirebon, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Banjarmasin, Gowa, Ternate, dan Tidore.
Sejarah
mencatat bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan Cina sudah memiliki hubungan dagang dengan penduduk
Indonesia. Banyak ahli sejarah, didasarkan berita Cina zaman Dinasti Tang, percaya bahwa
Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7. Ada beragam pendapat tentang kapan
masuknya Islam ke Indonesia.5 Sebagian
bilang abad ke-7, sebagian 11, atau juga 13. Masing-masing
menggunakan bukti-bukti yang berbeda.
Ada
yang mengatakan Islam di Indonesia berasal dari India, ada yang mengatakan dari
Cina,
dan ada yang mengatakan
Arab. Namun, hampir seluruh ahli sejarah sepakat pembawa Islam ke
Nusantara adalah pedagang. Hal ini bertolak dari fakta bahwa sebelum Islam masuk ke
Indonesia sudah terdapat hubungan dagang baik dari Arab, Persia, India, dan Cina di Aceh, Sumatra, dan sekitarnya.
Bukti-bukti keberadaan pedagang Gujarat (India) adalah ukiran batu nisan gaya Gujarat dan nuansa kultur Islam India.
Keberadaan pedagang Persia dibuktikan dengan gelar “Syah” bagi raja-raja di
Indonesia.
Satu
teori yang disebut “teori Mekkah” percaya bahwa Islam tiba di Indonesia langsung dari
Timur Tengah melalui
jasa para pedagang Arab-muslim sekitar abad ke-7 M. Ini dibuktikan dari para pedagang Arab yang banyak menetap di pantai-pantai kepulauan Indonesia.
Pada tahun 916 Al-Mas’udi
telah menjumpai komunitas Arab dari Oman, Hadramaut,
Basrah, dan Bahrain di Sumatra, Jawa, dan Malaka. Munculnya nama “Kampong Arab” dan tradisi Arab di masyarakat
kita juga dianggap sebagai bukti yang kuat.
Sementara
peran pedagang Cina
dibuktikan dari riwayat para pedagang dan angkatan laut Cina seperti Ma Huan, Laksamana
Cheng
Ho
yang memperkenalkan Islam di pantai dan pedalaman Jawa dan Sumatra.
Dalam
format yang berbeda, peran para pedagang lokal dalam mengembangkan Islam kita
temukan pada organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) yang kemudian menjadi
Sarekat Islam (SI). Akibat kuatnya dominasi pedagang Tionghoa perantauan
terhadap penjualan bahan-bahan batik, para pedagang batik pribumi merasa
terdesak atau dirugikan. Untuk
menghadapi itu, tahun 1911, di bawah pimpinan H. Samanhudi para pedagang batik Solo mendirikan SDI. Tujuan
berdirinya adalah untuk memajukan perdagangan, melawan monopoli pedagang
Tionghoa, dan memajukan agama Islam.
Organisasi
ini berkembang pesat karena bersifat nasionalis dan religius, serta menyokong
perbaikan jaringan ekonomi. Cikal-bakal organisasi ini telah dirintis semenjak 1909,
para pedagang Islam dihimpun agar dapat bersaing dengan para pedagang asing
seperti pedagang Tionghoa, India, dan Arab. Organisasi ini kemudian melemah
ketika mulai disusupi oleh kelompok yang mempunyai kepentingan lain dan
terlibat dalam politik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar