Minggu, 10 Mei 2020

Subbab 6.3. ETIKA BERDAGANG RASUL SAW

(Draf Buku “BERTANI DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam.  Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)


“Berdaganglah Engkau, karena 9 dari 10 bagian kehidupan adalah perdagangan” (Hadits).

Judul diatas diambil dari wasiat nabi, ringkasnya – jadilah enterpreneur. Nabi Muhammad adalah seorang enterpreneur. Demikian pula istri dan sahabat-sahabatnya. Islam pun masuk ke tanah air, dibawa oleh para enterpreneur Muslim dari Timur Tengah dan China, yang singgah di tanah air. Dengan menjadi enterpreneur kita akan lebih mandiri secara ekonomi dan juga lebih mudah untuk membantu sesama, mencari ilmu dan beribadah. Kita bisa meneladani kemandirian dan enterpreneurship ala Nabi Muhammad SAW.

Ketika muda, Rasulullah SAW menjadi penggembala kambing milik orang lain.Muhammad SAW dalam usia 12 tahun sudah mulai mengikuti jejak kaumnya, yang diajak pamannya Abu Thalib, ikut dalam rombongan niaga ke negeri Syam.

Rasul menjualkan dagangan milik Khadijah ke Syam, dan mendapatkan bagi hasil. Bangsa Quraisy terkenal ulung berniaga. Pada musim dingin mereka ke Yaman, dan pada musim panas ke Syam (Suriah). Abdullah, ayah nabi, juga beradagang. Beliau jatuh sakit dan wafat dalam perjalanan pulang berniaga dari Syam.

Saat Rasul Muhammad SAW berusia 25 tahun, Abu Thalib berhasil mendapatkan perkerjaan dari Khadijah seorang pengusaha terkaya di Mekah saat itu. Khadijah menawarkan gaji empat ekor unta. Untuk pertama kalinya nabi kita ini memimpin kafilah dagang menyusuri jalur perdagangan utama Yaman – Syam. Bisnis tersebut sukses besar dan meraup keuntungan yang belum pernah mampu diraih misi-misi dagang sebelumnya. Jadi, pada hakekatnya Nabi kita adalah seorang pekerja yang tangguh.

Kemampuan kewirausahaan nabi sudah dipupuk sejak dini dengan menjadi penggembala. Beliau menggembalakan biri-biri orang Quraisy ketika masih sangat  muda guna meringankan beban yang ditanggung pamannya. Beliau ingin berpenghasilan dan bisa mandiri, tidak hendak berpangku tangan hanya sekedar bermain saja.

Muhammad – sebagai pedagang - mempunyai empat kiat sukses berbisnis yakni siddiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fatonah (cerdas, cerdik, memahami manajemen dan strategi bisnis), dan tabligh (kemampuan komunikasi dan meyakinkan relasi atau pembeli). Buku Muhammad sebagai Pedagang” karangan Afzalurrahman, seorang penulis asal Pakistan; memberi tuntunan komprehensif bagaimana seorang muslim harus bersikap dalam membelanjakan dan mengelola harta mereka, tidak sekedar jual beli. Nabi Muhammad telah meletakkan dasar dasar etika, moral dan etos kerja yang mendahului zamannya. Prinsip etika bisnis islam dalam keterbukaan dan semangat untuk memuaskan mitra bisnis, dilandasi dengan asas manfaat. Itu semua selaras dengan prinsip modern seperti customer oriented, strife for excellent, kompetensi, efisiensi, transparansi, persaingan yang sehat, dan kompetisi.

Bagaimana cara Rasulullah berdagang cukup lah sebagai pedoman untuk kita. Michael Hart dalam bukunya “The 100: A Ranking of the Most Influential Persons in History” (tahun 1978), menempatkan beliau sebagai orang nomor satu dalam daftarnya. KataHart: “....Muhammad was ‘supremely successful’ in both the religious and secular realms”. Ya, Muhammad SAW sukses sekaligus untuk urusan agama dan urusan duniawi.

Reputasi Nabi Muhammad dalam dunia bisnis dilaporkan antara lain oleh Ibnu Hisyam dan Muhaddits Abdul Razzaq. Ketika mencapai usia dewasa,  Nabi memilih perkerjaan sebagai pedagang/wirausaha. Pada saat belum memiliki modal, beliau menjadi manajer perdagangan para investor (shohibul mal) berdasarkan bagi hasil pada seorang investor besar Makkah: Khadijah. Rasul empat kali memimpin ekspedisi perdagangan untuk Khadijah ke Syiria, Jorash, dan Bahrain di sebelah timur Semenanjung Arab.  Lebih dari 20 tahun Nabi Muhammad Saw berkiprah di bidang wirausaha (perdagangan), sehingga beliau dikenal di Yaman, Syiria, Basrah, Iraq, Yordania, dan kota-kota perdagangan di Jazirah Arab.

Sejak sebelum menjadi mudharib dari harta Khadijah, Nabi kerap melakukan lawatan bisnis, seperti ke kota Busrah di Syiria dan Yaman. Dalam Sirah Halabiyah dikisahkan, Ia sempat melakukan empat lawatan dagang untuk Khadijah, dua ke Habsyah dan dua lagi ke Jorasy, serta ke Yaman bersama Maisarah. Ia juga melakukan beberapa perlawatan ke Bahrain dan Abisinia. Perjalanan dagang ke Syiria adalah perjalanan atas nama Khadijah yang kelima, di samping perjalanannya sendiri- yang keenam-termasuk perjalanan yang dilakukan bersama pamannya ketika Nabi berusia 12 tahun.

Di pertengahan usia 30-an, ia banyak terlibat dalam bidang perdagangan seperti kebanyakan pedagang-pedagang lainnya. Tiga dari perjalanan dagang Nabi setelah menikah, telah dicatat dalam sejarah: pertama, perjalanan dagang ke Yaman, kedua, ke Najd, dan ketiga ke Najran. Diceritakan juga bahwa di samping perjalanan-perjalanan tersebut, Nabi terlibat dalam urusan dagang yang besar, selama musim-musim haji, di festival dagang Ukaz dan Dzul Majaz. Sedangkan musim lain, Nabi sibuk mengurus perdagangan grosir pasar-pasar kota Makkah.

Dalam menjalankan bisnisnya Nabi Muhammad menerapkan prinsip-prinsip manajemen yang jitu dan handal sehingga bisnisnya selalu untung. Nabi Muhammad SAW sudah mengimplementasikan nilai-nilai manajemen dalam kehidupan dan praktek bisnisnya. Ia telah dengan sangat baik mengelola proses, transaksi, dan hubungan bisnis dengan seluruh elemen bisnis serta pihak yang terlihat di dalamnya.

Bagaimana gambaran beliau mengelola bisnisnya, Prof. Afzalul Rahman dalam buku Muhammad A Trader, mengungkapkan: “Muhammad did his dealing honestly and fairly and never gave his customers to complain. He always kept his promise and delivered on time the goods of quality mutually agreed between the parties. He always showed a gread sense of responsibility and integrity in dealing with other people”. Bahkan dia mengatakan: “His reputation as an honest and truthful trader was well established while he was still in his early youth”.

Berdasarkan tulisan Afzalurrahman di atas, dapat diketahui bahwa Nabi Muhammad adalah seorang pedagang yang jujur dan adil dalam membuat perjanjian bisnis. Ia tidak pernah membuat para pelanggannya komplain. Reputasinya sebagai seorang pedagang yang jujur dan benar telah dikenal luas sejak beliau berusia muda. Bapak dan Ibu, “jujur” sering menjadi kata yang sulit pada pedagang-pedagang.

Sebagai debitor, Nabi Muhammad tidak pernah menunjukkan wanprestasi (default) kepada krediturnya. Ia kerap membayar sebelum jatuh tempo seperti yang ditunjukkannya atas pinjaman 40 dirham dari Abdullah Ibn Abi Rabi’. Bahkan kerap pengembalian yang diberikan lebih besar nilainya dari pokok pinjaman, sebagai penghargaan kepada kreditur. Suatu saat ia pernah meminjam seekor unta yang masih muda, kemudian menyuruh Abu Rafi’ mengembalikannnya dengan seekor unta bagus yang umurnya tujuh tahun. “Berikan padanya unta tersebut, sebab orang yang paling utama adalah orang yang menebus utangnya dengan cara yang paling baik” (HR.Muslim).

Kiat berdagang tidak hanya pandai berhitung, tambah kurang, kali mengali; yang menggunakan otak kiri (rasio). Agar sukses sebagai pedagang, Ipo Santosa (2008) dalam buku “Muhammad Sebagai Pedagang” menyebutkan perlunya penggunaan otak kanan sehingga sukses sebagai pedagang. Otak kanan adalah hal yang berkaitan dengan emosi, keramahan, keikhlasan, syukur dan pemaknaan hidup. Rasul telah membuktikan resep ini.

Tidak boleh menipu. Di dalama Al-Quran ada sepenggal kalimat yang berbunyi, “Allah telah menghalalkan jual-beli.” Itu artinya, Allah membolehkan enterpreneurship.  Allah membolehkan marketing.

Simak pula wasiat dari Robert T.Kiyosaki “Orang kaya mencari dan membangun jaringan, sedangkan orang miskin mencari pekerjaan” Kenapa? Sesuai dengan Hukum Metcalf, nilainya akan menanjak secara eksponensial. Islam tidak pernah menghalangi entrepreneur untuk mendapatkan rezeki dalam bentuk materi. Itu adalah output akhir, setelah entrepreneur melintasi proses yang menitikberatkan keberkahan, kepercayaan dan silaturahim.

Berdagang demi membantu orang. Yakni membantu orang yang membutuhkan. Orang tidak akan membeli jika tidak membutuhkan. “Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang membawa manfaat sebanyak-banyaknya dan berguna bagi sesamanya.”


****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar