Sabtu, 09 Mei 2020

Subbab 2.3. Sumbangan Peradaban Islam pada Pertanian Dunia

(Draf Buku “BERTANI DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam.  Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)


Masa keemasan Islam dikenal orang selama lebih kurang empat abad, yakni dari abad ke 8 sampai 12 M. Abad 8 sampai 12 merupakan abad keemasan Islam, dan di saat yang sama di Eropa justeru sedang berlangsung “Abad Kegelepan”. Baru kemudian,  mulai abad 12, terjadi sebaliknya: Islam mundur Eropa bangkit. Ada yang mengatakan, Zaman Kegelapan di Eropa yang ditandai kemunduran intelektual dan ilmu pengetahuan,  berlangsung selama 600 tahun, dari kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.

Demikian pula dengan perkembangan ilmu pertanian. Pada awal abad ke-9, sistem pertanian modern telah berkembang di negeri-negeri Muslim. Kota-kota besar Islam, baik di Timur Tengah, Afrika Utara, maupun Spanyol, telah didukung oleh sistem pertanian yang canggih. Para petani saat itu telah mengembangkan teknik-teknik pengolahan tanah, sistem irigasi, pemuliaan tanaman dan ternak, serta cara-cara mengatasi hama dan penyakit tanaman. Apa yang dilakukan petani-petani Muslim saat itu merupakan lompatan besar, dibanding masa sebelumnya.

Dunia pertanian dan perkembangannya saat ini tak lepas dari fondasi yang dibangun para ahli pertanian di era keemasan Islam, yakni abad ke-8. Mereka menyebutkan, pada awal abad ke-9, sistem pertanian modern telah menjadi urat nadi kehidupan ekonomi dan segala aktivitas di negeri-negeri Muslim. Kota-kota besar Islam, baik di Timur Tengah, Afrika Utara, maupun Spanyol, telah didukung oleh sistem pertanian yang canggih. Para petani saat itu telah mengembangkan teknik-teknik pengolahan tanah, sistem irigasi, pemuliaan tanaman dan ternak, serta cara-cara mengatasi hama dan penyakit tanaman.

Dalam artikel bertajuk “Muslim Contribution to Agriculture” yang dipubliksikan oleh Foundation for Science Technology and Civilisation disebutkan, pada masa itu orang-orang Islam telah mengembangkan peternakan domba, kuda, menanam anggrek, serta memelihara kebun-kebun buah dan sayuran. Ada jeruk, tebu, sutra, kapas, bakung, persik, plum, tulip, mawar, melati, dan tanaman lainnya.

Baron Carra de Vaux (1867-1953), seorang orientalis dari Prancis, menyebutkan sejumlah tanaman dan hewan dari Timur dibawa ke Spanyol oleh umat Islam untuk beragam keperluan. Tanaman dan hewan itu tidak hanya untuk keperluan pertanian dan peternakan, tapi juga untuk pengembangan perkebunan, perdagangan, dan status sosial.

Kita kutip kekaguman dari seorang sejarawan berikut: “As early as the ninth century, a modern agricultural system became central to economic life and organization in the Muslim land. The great Islamic cities of the Near East, North Africa and Spain, Artz explain, were supported by an elaborated agricultural system that include extensive irrigation and an expert knowledge of the most advanced agriculural methods in the world. The Muslim reared the finest horses and sheep and cultivated the best orchards and vegetable gardens. The knew how to fight insect pest, how to use fertilizers, and they were experts at grafting trees and crossing plants to produce new varietes” (Frederick, 1980).

Beberapa tanaman penting yang diperkenalkan oleh umat Islam di Spanyol, antara lain kapas dan tebu. Kapas mulai dibudidayakan di Spanyol (Andalusia) pada akhir abad ke-11. Perkebunan kapas di Andalusia ini berkembang pesat sehingga wilayah ini menjadi penghasil kapas ternama dan mampu mengekspor kapas ke berbagai daerah.

Para petani Muslim saat itu telah faham cara membasmi insektisida, hama, dan penyakit tanaman lainnya. Mereka juga sudah menerapkan teknologi pengolahan tanah, teknik pemupukan, dan cara-cara untuk menyuburkan tanah. Bahkan mereka bisa “menyulap” padang pasir menjadi perkebunan. Negeri-negeri Arab yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lahan kering dan padang pasir telah mampu dihijaukan berkat teknologi irigasi yang baik.

Tak cuma itu, para ahli pertanian muslim juga pakar di bidang persilangan dan pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas tanaman baru, dengan mencangkok dan teknik-teknik pengembangbiakan lainnya. Karenanya tidak mengherankan jika saat itu kota-kota Islam mampu memenuhi kebutuhan penduduknya dengan beragam buah-buahan dan sayuran yang sebelumnya tidak dikenal di negara-negara Barat (Eropa). Itulah revolusi pertanian yang diperkenalkan oleh orang-orang Islam.

Arab Agricultural Revolution

Revolusi pertanian Arab (Arab Agricultural Revolution) merupakan revolusi yang cukup dikenal. Sebagian menyebutnya dengan “Medieval Green Revolution”, “Muslim Agricultural Revolution”, Islamic Agricultural Revolution”, atau “Islamic Green Revolution”. Ini berlangsung pada zaman Kegemilangan Islam dari abad ke-8 ke abad ke-13 Masehi.

Pada era ini berlangsung penyebaran banyak teknik tanaman dan pertanian di kalangan berlainan bagian dunia Islam, dan juga adaptasi tanaman dan teknik dari dan ke daerah di sebalik dunia Islam. Tanaman dari Afrika seperti sorghum, dari China seperti jeruk, dan beberapa tanaman dari India seperti mangga, padi, kapas dan tebu; telah diintroduksikan pada penduduk muslim. Berlangsung globalisasi tanaman. Banyak tanaman dari Afrika dan Cina ditanam di wilayah Arab untuk pertama kali.

Teknologi yang dikembangkan di antaranya adalah cash cropping dan crop rotation system. Di Yaman dapat dilakukan panen dua kali gandum, dan menanam padi di Irak. Pengembangan pertanian dengan metode riset dengan hasil berupa penerapan rotasi tanaman, pengembangan irigasi, dan penggunaan varietas yang disesuikan dengan sifat musim, tipe lahan dan air yang dibutuhkan. Juga dilakukan pemuliaan bibit ternak (selective breeding of animals).

Pada awal abad ke 9, pertanian modern telah mendominasi ekonomi Arab menggantikan model Romawi. Ada empat pilar revolusi ini yaitu sistem irigasi, teknologi budidaya, sistem relasi agraria, dan introduksi berbagai jenis tanaman baru. Berlangsung pula pembaharuan ekonomi dan masyarakat. Yang utama adalah berlangsung transformasi dalam penguasaan lahan, dimana semua orang, laki-laki perempuan, dari suku dan agama manapun dapat membeli dan menguasai lahan. Juga mulai dikenal kontrak kerjasama dalam berbagai lapangan usaha. Harapan hidup masyarakat meningkat melalui pengembangan berbagai tanaman pangan, sayuran dan buah, perkebunan, serta peternakan.

Semasa inipertanian gula diperbaiki dan diubah menjadi industri berskala besar oleh orang-orang Arab. Orang-orang Arab dan Beeber menyebar gula diseluruh wilayah Arab sejak abad ke-8. Banyak inovasi pertanian lain diperkenalkan seperti bentuk baru penyewaan tanah (land tenure), berbagai teknik pengairan gravitasi,  pabrik gula, pengenalan alat-alat besi, dan mesin pengolahan.

Banyak ahli pertanian yang lahir. Misalnya ahli botani Abu al-Abbas al-Nabati yang mengembangkan teknik mengetes, mendeskripsikan dan mengidentifikasi tanaman. Buku ahli biologi Ibnu Wahshiyya berjudul “Al-Asma’i” diterjemahkan menjadi “Book of DistinctionBook of the Wild AnimalsBook of the Horse” danBook of the Sheep. Para ahli pertanian muslim mengembangkan ilmu agronomi, meteorologi, iklim,  hidrologi, soil occupation, manajemen perusahaan pertanian (management of agricultural enterprises), juga  “pedology, agricultural ecology, irrigation, preparation of soil, planting, spreading of manure, killing herbs, sowing, cutting trees, grafting, pruning vine, prophylaxisphytotherapy, the care and improvement of microbiological cultures and plants, and the harvest and storage of cropsLalu ada Ibn Wahshiyya's seorang ahli agronomi yang dengan teknologinya mampu menaikkan air sungai dengan berbagai teknik.

Apa yang dikenal dengan The Nabatean Agriculture telah mengembangkan berbagai ilmu pertanian, termasuk manajemen usaha pertanian, peramalan iklim (weather forecasting), penggunaan data tingkat curah hujan dengan fase posisi matahari, pergerakan angin, dan dasar-dasar plant tissue cultures. Sifat-sifat tanah dan kandungannya serta pupuk kandang ada pada buku Ibn al-‘Awwam  yang menjelaskan 585 microbiological cultures,   yang 55 di antaranya berkenaan dengan tanaman buah. Buku ini dierjemahkan ke bahasa Spanyol oleh Banqueri tahun 1801 dand ke bahasa Perancis oleh Clement-Mullet di Paris tahun 1864.

Penerapan astronomi ke dunia pertanian dan botani juga berlangsung dengan efektif. Yakni memperkirakan iklim dan mengukur waktu dan menciptakan kalender yang berisi kapan menanam tanaman semusim, kapan memangkas tanaman pohon, kapan dan bagaimana memupuk, dan kapan memanen. Bahkan apa yang sebaiknya dimakan dan harus dihindar pada musim-musim yang berbeda.

Buku Al-Dinawari “Book of Plants memuat penerapan astronomi dan meteorologi untuk pertanian. Abad ke 9 ahli botani Al-Dinawari merupakan pendiri botani Arab. Ia menulis ensiklopedi botani berjudul “Kitab al-Nabat (Book of Plants) yang menerangkan 637 jenis tanaman. Ia juga menjelaskan fase-fase perkembangan tanaman, dari lahir ke mati, serta produksi bunga dan buah. Awal abad ke 13, Ibn al-Baitar published menulis “Kitab al-Jami fi al-Adwiya al-Mufrada”  yang memuat kompilasi botani terlengkap dan ensiklopedia tanaman obat-obatan, memuat 1400 tanaman berbeda, makanan, obat-obatan, dimana 300 di antaranya merupakan temuannya sendiri. Kitab ini menjadi dasar dalam pengembangan pertanian Eropa.

Teknologi-Teknologi Ciptaan Ilmuwan Muslim

Para insinyur Muslim adalah peletak dasar-dasar teknologi pertanian dunia. Dampak ‘’Revolusi Hijau Islam’‘ memang sungguh luar biasa. Dalam empat abad pertama kekuasaan Islam, pembangunan sektor pertanian di dunia Islam berkembang sangat cepat. Kemajuan pertanian saat itu telah menjadi penopang meluasnya kekuasaan kekhalifahan Islam. Peradaban Islam pun menjadi adikuasa dunia saat itu. Berkembangnya sektor pertanian di era keemasan Islam didorong oleh munculnya teknologi aneka peralatan untuk bercocok tanam.

Sistem Irigasi

Teknologi irigasi era awal Islam mampu baik untuk mendatangkan air maupun mengeringkan rawa-rawa. Sistem irigasi yang dikembangkan di dunia Islam mengandung aspek-aspek teknologi dan sosiologi yang menarik (Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya ”Islamic Technology, an Ilustrated History”). Mereka mengembangkan peralatan pengangkat air, cara penyimpanan air, serta distribusi air. Bahkan, mereka pun berhasil menciptakan teknik pencarian sumber-sumber air baik yang tersembunyi maupun sistem bawah tanah (qanat).

Hasilnya, Kekhalifahan Islam berhasil membangun pertanian di sepanjang Sungai Tigris (Irak) yang terdapat 200 desa yang pertaniannya maju. Air dari Sungai Efrat dialirkan ke Mesopotamia, sedangkan air dari Tigris dialirkan ke Persia. Dengan demikian para petani bisa memperoleh air irigasi untuk pertaniannya.

Tak hanya itu, Kekhalifahan Abbasiyah memelopori pengeringan rawa-rawa untuk lahan pertanian, serta  menyuburkan ladang yang mengering. Tak heran jika kemudian Irak dikenal sebagai daerah pertanian dan perkebunan terkemuka saat itu. Tidak heran jika Irak dijuluki surga dunia.

Padang pasir jadi ladang, bahkan mereka bisa ‘menyulap’ padang pasir menjadi perkebunan. Negeri-negeri Arab yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari lahan kering dan padang pasir mampu dijadikan lahan-lahan pertanian berkat teknologi dan sistem irigasi yang baik.

Begitu pun di Andalusia. Para petani menerapkan teknik irigasi dan membangun saluran-saluran irigasi untuk pengembangan pertaniannya. Di bawah kekuasaan Islam, Andalusia menjelma menjadi daerah perkebunan yang subur. Di sepanjang Guadalquivir (Spanyol), terdapat 12 ribu desa yang memiliki lahan pertanian subur yang dikerjakan para petani Muslim. Begitu juga tanah-tanah pertanian di Mesir dan Irak. Di Provinsi Fayyum, Mesir, terdapat 360 desa yang masing-masing dapat menyediakan kebutuhan pangan bagi penduduk seluruh Mesir.

Kemajuan pertanian tersebut dilengkapi dengan ilmu farming system yang tepat. Revolusi pertanian dengan memperkenalkan tanaman-tanaman baru serta ektensifikasi dan intensifikasi melalui irigasi, telah menciptakan sistem pertanian yang kompleks dan variatif. Lahan-lahan yang semula hanya menghasilkan satu jenis tanaman setiap tahun, oleh para petani Muslim ‘disulap’ menjadi 2-3 kali dengan jenis tanaman berbeda secara rotasi. Hasilnya, produksi pertanian cukup untuk memenuhi kebutuhan penduduk perkotaan yang terus meningkat.

Bajak Pengolah Tanah

Bajak pengolah tanah yang ditarik ternak, awalnya diciptakan insinyur pertanian muslim. Dari sensus yang dilakukan pada abad ke-8 di Mesir menyebutkan, dari 10 ribu desa di Mesir, tak ada satu desa pun yang memiliki bajak kurang dari 500 unit.

Penggunaan bajak sebagai alat pertanian di dunia Islam diungkapkan Sejarawan Al-Maqrizi. Menurut dia, bajak digunakan sebagai alat untuk menggemburkan tanah sebelum melakukan penanaman dan penaburan benih. Sejarawan Al-Marqasi, seperti ditulis Al-Hassan dan Hill, bajak digunakan para petani sebelum menanam tebu. Petani Mesir membajak tanah sebanyak enam kali, sebelum menanam tebu.

Bajak dibuat dari besi dengan berbentuk gigi-gigi, seperti sikat. Para petani Islam menggunakan hewan misalnya lembu untuk menarik bajak. Insinyur pertanian Muslim telah mampu membedakan teknik membajak tanah di berbagai jenis lahan. Pada masa itu, insinyur pertanian telah menulis kitab-kitab pedoman pengolahan lahan, seperti Kitab Al-Filaha Al-Nabatiya karya Ibnu Wahsyiyya. Seiring waktu dan meningkatnya ilmu pengetahuan, para insiyur Muslim pun terus berupaya membuat rancangan bentuk bajak. Peradaban Islam sudah mampu menciptakan bajak cakram yang sesuai dengan jenis tanah, sehingga tidak akan terlalu dalam memotong alur.

Garu dan Garpu Tanah

Alat pertanian lainnya yang dikembangkan adalah garu dan garpu tanah. Garpu merupakan salah satu alat yang juga digerakkan oleh binatang yang berfungsi untuk memecahkan bongkahan tanah yang menutupi benih. Alat ini digunakan setelah proses pembajakan tanah. Tercatat ada beberapa rancangan saat itu, seperti Al-Mijarr dan Al-Mislafah. Keduanya berupa berupa balok yang dengan gigi-gigi untuk menggaru lahan. Al-Mijarr mempunyai dua lubang di ujung-ujungnya serta dua pasang tali pengikat. Sedangkan Al-Maliq terbuat dari papan kayu yang dibuat melebar dan ditarik oleh seekor lembu. Al-Maliq digunakan untuk meratakan alur yang dibuat oleh mata bajak untuk menanam benih. Kedua jenis garpu itu masih digunakan di beberapa negara Islam di belahan dunia sampai sekarang.

Sedangkan garu juga alat pengolah tanah yang terbuat dari kayu. Alat ini digunakan untuk menyisir tanah dan menutupi benih. Salah satu jenis garu pada masa itu bernama Al-musyt. Alat ini berupa batang menyilang dengan gigi-gigi dan sebuah pegangan di bagian tengahnya.

Sekop dan Cangkul

Para petani Islam pun berhasil menciptakan alat untuk menggali tanah seperti sekop atau al-isyat. Alat ini digunakan untuk menggali lahan yang tidak memerlukan bajak, seperti lahan perkebunan sayur dan buah-buahan. Saat itu juga sudah dikenal sekop jenis lain bernama al-mijnah atau al-mijrafah yang digunakan untuk mengangkat tanah hasil penggalian. Petani zaman itu juga telah menggunakan cangkul untuk menggali tanah, salah satu jenisnya bernama al-miza’ah.

Sabit untuk Memotong Tanaman

Para petani Islam juga berhasil mengembangkan alat untuk memanen, berupa sabit atau bilah. Alat ini memiliki berbagai jenis, ada yang bergigi dan ada yang tidak. Bahkan ada yang bengkok pada ujung pegangannya dan ada yang melengkung ke depan sepanjang arah sikatan.

Alat Panen

Setelah memanen, dilanjutkan dengan proses perontokan biji dari tangkai, dalam bahasa petani dulu disebut “pengirikan”. Ada beberapa metode pengirikan waktu dulu, salah satunya memanfaatkan hewan peliharaan seperti lembu untuk menggilas tumpukan gandum. Proses terakhir adalah penampian yang berfungsi untuk memisahkan dedak dengan butiran gandum. Kebanyakan teknologi pertanian tersebut hingga kini masih tetap digunakan.

Ilmu Pemuliaan

Pada abad “Ilmu Pengetahuan Muslim” ini pula,  para insinyur pemulia muslim telah menghasilkan varietas-varietas tanaman baru dengan berbagai metode. Teknik mencangkok dan persilangan bahkan masih dipraktekkan sampai sekarang.

Ilmuwan muslim memperkenalkan tanaman-tanaman baru serta mendiseminasikannya ke berbagai wilayah, sehingga lahan-lahan yang semula hanya satu kali tanam setahun berhasil diintesnifkan menjadi 2-3 kali dengan jenis tanaman secara rotasi. Akibatnya produksi pertanian meningkat dan mampu memenuhi kebutuhan populasi perkotaan yang terus meningkat.

Di bawah kekuasaan Islam, Andalusia menjelma menjadi daerah perkebunan yang subur. Di sepanjang Guadalquivir, Spanyol, terdapat 12 ribu desa yang memiliki lahan pertanian subur yang dikerjakan para petani Muslim. Begitu juga tanah-tanah pertanian di Mesir dan Irak. Di Provinsi Fayyum, Mesir, terdapat 360 desa sentra produksi pangan. Sementara di sepanjang Sungai Tigris, Irak, terdapat 200 desa yang pertaniannya maju.

Penulisan buku Teknologi Pertanian

Islam sangat pro pada ilmu pengetahuan. Menciptakan ilmu dan menuliskannya sudah menjadi tradisi sejak dahulu. Dan, Islam menghargai profesionalisme. Maka kita mengenal ungkapan populer ini: “berikan sesuatu kepada ahlinya”. Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Bukhari).

Sebagai contoh, kisah tentang pemuliaan. Dalam kasus mengawawinkan pohon kurma, sebuah hadits Riwayat Imam Muslim menceritakan: ”… tadinya Rasul mencegah namun hasilnya tidak bagus. Ketika dikembalikan lagi ke beliau, Rasul mengatakan, kalian lebih tahu dengan urusan dunia kalian”.

Ya, Islam menyerahkan pengembangan ilmu dan teknologi pertanian kepada ummat manusia. Karena ilmu dan teknologi pertanian adalah urusan dunia. Masalah-masalah ilmu dan teknologi pertanian diserahkan kepada ahlinya berupa ilmuwan, peneliti dan orang yang berkompeten di bidang tersebut. Para ahli dan peneliti ini tentunya bekerja demi dan dalam tuntunan Allah SWT.

Allah berfirman: “Fas’alu ahladz-dzikri in kuntum la ta’lamuna”, yang artinya:“Tanyakanlah kepada ahli Ilmu jika kalian tidak mengetahui”. Jadi Al-Qur’an telah mengisaratkan kepada kita untuk menanyakan suatu ilmu kepada ahlinya, ketika kita mau membuat pupuk organik, dan teknologi kultur jaringan maka Al-Qur’an menyuruh kita bertanya kepada ahlinya.

Menurut satu sumber, Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak menjelaskan cara budidaya atau teknologi pertanian secara tersurat. Yang ada adalah secara tersirat, yakni “silahkan bertanya kepada ahlinya”. Demikian lah, maka urusan mengawinkan pohon kurna saat itu diserahkan kepada Kaum Anshor yang lebih ahli.

Para peneliti dan pengembang muslim sudah terbiasa menuliskan temuannya pada buku-buku tentang pertanian.  Jangan-jangan sudah ada jurnal ilmiah saat itu ya? Kehadiran negeri-negeri Islam menjadi wilayah pertanian yang maju, tak lepas dari kontribusi para ahli/pakar pertanian Muslim. Mereka menulis buku-buku tentang pertanian yang menjadi referensi para petani dalam bercocok tanam.

Riyad al-Din al-Ghazzi al-Amiri, ahli pertanian dari Damaskus (Syriah), menulis buku tentang pertanian yang sangat rinci. Mulai dari jenis lahan pertanian, cara memilih tanah yang baik, jenis-jenis pupuk, pembibitan, pencangkokan tanaman, penanaman, hingga saluran irigasi. Selain tentang tanah, Ia juga menulis tentang budidaya serealia, kacang-kacangan, umbi-umbian, sayuran, bunga, dan tanaman lainnya.

Lalu, Abu’l Khair, ahli pertanian dari Andalusia, menulis Kitab Al-Filaha, sebuah kitab yang menjelaskan hal ihwal pertanian. Dalam kitabnya, ia menerangkan empat cara menampung air hujan untuk keperluan pertanian dan cara membuat irigasi untuk pertanian. Secara khusus ia menerangkan cara penggunaan air hujan untuk membantu proses reproduksi pohon zaitun. Abu’l Khair juga menjelaskan tentang proses pembuatan gula.

Sementara Al-Tignari, ahli agronomi dari Andalusia, membuat referensi tentang tanaman-tanaman yang mampu memberi keuntungan besar bagi usaha pertanian. Tanaman itu antara lain tebu dan kapas.

Ilmuwan pun mengembangkan berbagai dasar-dasar ilmu pertanian (‘ilm alfilaha). Salah satu buku pertanian yang penting dan muncul di era keemasan Islam adalah Kitab Al-Filaha Al-Nabatiyyakarya Ibn Wahsyiyya. Kitab itu ditulis sang insinyur pertanian Muslim pada tahun 904 M di Irak. Ibnu Wahsiyya menulis buku modul petunjuk bertani itu didorong oleh kecintaaannya terhadap pertanian. Ia sangat konsen untuk melestarikan tradisi pertanian  orang-orang Nabatiya di Mesopotamia. D Fairchild Ruggles dalam bukunya “Islamic Gardes and Landscapes” menjelaskan, Kitab Al-Filaha Al-Nabatiyyaberisi tentang petunjuk pertanian. Di dalamnya dijelaskan secara rinci dan jelas mengenai tata cara bertani, irigasi teknik, tumbuhan, fertilisasi, kultivasi, dan lainnya tentang pertanian.

Tak hanya itu, buku ini juga merupakan acuan bagi masyarakat Muslim untuk bertani yang baik. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab oleh Abu Bakar Ahmad. Buku ini juga dialihbahasakan serta diterbitkan Fuat Sezgin, salah seorang ilmuwan dari Universitas di Jerman. Buku terkemuka lainnya tentang ilmu pertanian telah diterbitkan ilmuwan Muslim di Spanyol pada abad ke-11 M dan ke-12 M. Buku-buku tersebut di antaranya karya Ibnu al-Hassal dan Ibnu al-Awwam. Beberapa buku-buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Spanyol dan bahasa Latin. Buah pemikiran sarjana Muslim itu telah menjadi inspirasi bagi para sarjana pertanian di Barat.

Mereka mengembangkan pertanian di Barat dengan panduan yang ditulis para sarjana Muslim. Selama abad ke-11 M para ahli agronomi Muslim di Spanyol melakukan sebagian riset dan eksperimen di Taman Botani di Seville dan Toledo. Kebun yang digunakan untuk eksperimen ini meruipakan kebun pertama dari kebun-kebun sejenis. Kemudian ditiru oleh Barat pada abad ke-16 di kota Italia Utara.

‘’Salah satu aspek penting dari revolusi ini adalah pengenalan dan penyebaran berbagai jenis tanaman baru ke dunia Islam,’‘ (Buku Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill Islamic Technology: An Illustrated History”). Sejak itu, dunia Islam mengenal tanaman seperti, padi, sorghum, gandum keras, tebu, kapas, semangka, terong serta aneka jenis tanaman serta beragam jenis bunga.

Ibnu Awwam seorang ahli di bidang biologi terutama dalam bidang pertanian. Karyanya yang terkenal adalah Al-fallah. Sementara Al-jahiz ahli dalam bidang biologi terutama dalam bidang ilmu hewan dan karyanya yang terkenal adalah Al-hayawan. As-Sinai ahli dalam bidang biologi terutama dalam bidang tumbuh-tumbuhan dan pepohonan, karyanya yang terkenal adalah kitabun Nahati Wasy Syujjar
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar