(Draf Buku “BERTANI
DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri
Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam. Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)
Saban pagi kita sudah ke ladang, bekerja berpeluh
menggeluti tanah, memupuk, memelihara tanaman, namun adakah yang bertanya:
apakah cara-cara kita sudah benar? Apakah sudah sesuai Islam? Adakah Islam
punya panduan? Ada, banyak, dan lengkap. Tidak mungkin tidak, karena Islam mengatur semua
aspek kehidupan. Orang bilang, dari mengurus negara sampai mau masuk ke
peturasan. Berikut beberapa adab dalam bertani yang semestinya kita ikuti:
Satu, Mengagumi kebun dengan mengucap masyaAllah
Ketika mmasuki kebun yang
hijau, penuh tanaman subur, menyenangkan, menimbulkan kebahagiaan; maka biasakan mengucap masyaAllah. Ini ekspresi penghargaan kepada Allah yang telah
menumbuhkannya, sekaligus sebagai pengingat bahwa semua pencapaian bisa terjadi
karena kehendak-Nya. “Dia lah
Allah al-hayyu al-qayyum
yang hidup kekal lagi terus
menerus mengurus makhluk-Nya” (Ali Imran: 1-2).
“Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki
kebunmu “maasyaa-allaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah
semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (Al-Kahfi: 39).
Ucapan “masyaAllah” ini mengembalikan kekaguman kita
kepada Allah SWT, bahwa semua yang kita kagumi itu terwujud atas kehendak
Allah, bukan karena usaha kita sendiri. Surat Al-Kahfi mencontohkan langsung
adab bagaimana seharusnya kita memasuki kebun. Kekagumannya atas indahnya kebun
tersebut, ranumnya buah, lebatnya tanaman; semata-mata kebaikan-kebaikan itu
atas kehendak Allah.
Selain itu, mengucapkan masyaAllah
ketika melihat keindahan dan kecantikan, penting agar kita terhindar dari
bahaya pandangan mata orang lain yang disebut “ain”. Pandangan yang kagum tanpa mengucap masyaAllah meskipun tidak
disertai rasa iri dengki, dapat membuat kerusakan pada objek tersebut. Salah satu kisah yang terjadi
zaman Nabi, ketika Amir bin Rabi’ah melihat Sahl bin Hunaif yang memuji fisik
(kulit) Sahl yang bagus tanpa mengucapkan masya Allah. Dan langsung tiba-tiba
Sahl jatuh terpelanting (pingsan). Untuk mengobatinya, Rasulullah memerintahkan
Amir untuk berwudhu, dan bekas wudhunya dipake untuk membasuh Sahl.
Kalau ga salah, ini juga pernah terjadi pada
kebun yang hijau dan subur, karena tidak segera mengembalikan keindahan
tersebut kepada yang memiliki dan menciptakannya yakni Allah SWT, Al Muhyii yang Maha Menghidupkan.
Dua, Berbudi pada tanah dengan tidak
menelantarkannya
Rasul mengingatkan betapa perlunya
tanah pertanian “dihidupkan” untuk menghasilkan bahan makanan. Rasul tidak
mengizinkan sama sekali tanah dibiarkan, ditelantarkan, dan dimubazirkan. “Sesiapa yang mempunyai tanah hendaklah dia mengerjakannya dengan
bertani atau (jika dia tidak berupaya melakukannya) hendaklah menyerahkannya
kepada saudaranya supaya diusahakan dan janganlah dia menyewakannya (sekalipun)
hanya sepertiga, seperempat dan makanan asasi” (HR Abu Daud).
Berdasarkan
hadits
tersebut, jelas bahwa manusia bertanggungjawab untuk memakmurkan bumi ini. Itu
peran manusia di dunia. Dua dari fungsi manusia sebagai khalifah di bumi
adalah memakmurkan bumi (al'imarah)
dan memelihara bumi (arri'ayah). Manusia harus bisa memanfaatkan kekayaan
alam untuk kelangsungan peradababan semua makhluk
di bumi, serta sekaligus menjaga bumi dari kerusakan.
Tiga,
Adab menabur bibit
Bibit adalah awal kehidupan. Benih adalah
sumber kehidupan. Meskipun kecil di dalamnya terkandung informasi genetik dan
energi penghidupan yang sangat besar. Benih menjadi mata rantai yang penting
dalam keseluruhan life cycle, maka harus dihargai.
Ketika
mengambil bibit hendaknya dimulai dengan membaca basmalah dan shalawat,
usahakan dalam keadaan punya wudhu’ dan suci dari hadas. Seorang keturunan
Rasulullah saw, yaitu Imam Muhammad Al-Baqir putera Ali zainal Abidin bin
Husein bin Fatimah Az-Zahra’ binti Rasulullah; mengajarkan jika seseorang
hendak bertani atau menanam suatu tanaman, maka hendaknya mengambil segenggam
bibit dengan tangannya sendiri. Sebelum menaburkan bibit tadi, disunnahkan
menghadap ke kiblat sambil membaca ayat Al-Qur’an surat Al-Waqi’ah ayat 64: “A antum tazra'ụnahū am naḥnuz-zāri'ụn”.
Artinya: “… apakah kamu yang menumbuhkannya atau
Kami yang menumbuhkannya?”
Kemudian
membaca doa berikut:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ حَرْثًا مُبَارَكًا، وَارْزُقْنَا فِيْهِ السَّلاَمَةَ وَالتَّمَامَ، وَاجْعَلْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا، وَلاَ تَحْرِمْنِي خَيْرَ مَا أَبْتَغِي، وَلاَ تَفُتَّنِي بِمَا مَتَّعْتَنِي بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.
(Ya
Allah, jadikan bibit ini menghasilkan pertanian yang penuh berkah, karuniakan
kepada kami dalam pertanian ini keselamatan dan kesempurnaan. Jadikan bibit ini
keberhasilan yang melimpah. Jangan halangi aku dari kebaikan yang aku harapkan,
dan jangan binasakan aku karena hasil yang menyenangkan, dengan hak Muhammad
dan keluarganya yang baik dan suci).
Empat,
Adab menangani serangan hama dan penyakit (HPT)
Untuk mengatasi serangan hama dan
penyakit, dibutuhkan penanganan lahir dan bathin. Secara zahir kita mengunakan pestisida dan
herbisida, namun perlu dibarengi dengan mendekatkaan diri dengan Allah juga
perlu. Semua makhluk adalah tunduk pada Allah sebagai penciptanya, termasuk
serangga, ulat, cacing, belalang, bahkan virus dan bakteri.
Salah satu amalan yang dianjurkan
ialah dengan membaca al-Fatihah ummul kitab. Beberapa sumber
menyarankan pula bagi petani mengamalkan wirid dan berdzikir kepada Allah.
Semua doa ini pada hakekatnya adalah memohon pertolongan Allah Al Mujiib yang Maha Mengabulkan, sehingga sawah dan
kebun kita dijauhkan
dari berbagai macam hama serta selamat dari cekaman iklim.
Di
tengah masyarakat kita, ada yang mempraktekkan amalan dengan menuliskan
ayat-ayat suci dalam secarik kertas, lalu memasukkan ke dalam botol, dan di
simpan di setiap sudut ladang. Wallahu a’lam. Saya tidak tahu apakah amalan ini
benar atau salah.
Berkenaan dengan penggunaan pestisida, kalangan
akademis sudah lam melarang penggunaan pestisida kimia atau sintetik karena
sifat desktruktifnya. Racun ini memang ampuh membunuhi hama dengan cepat, namun
juga telah membunuh organisme lain yang sesungguhnya positif yaitu “musuh
alami”. Dalam upaya mencari alternatif pestisida lain yang diharapkan lebih
lunak, berkembang pembuatan “pestsida nabati” atau sering pual disebut
“pestisida organik”. Bahan
aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan, hewan dan bahan organik lain. Petani dapat membuat pestisida dengan meracik sendiri dengan mengambil
dari bahan-bahan yang ada di sekitar mereka. Obat ini lebih
sehat untuk lingkungan dan tidak meninggalkan residu yang susah
diurai secara alamiah. Selain itu, pembuatan pestisida sendiri dari
bahan-bahan yang tidak harus dibeli, otomatis akan memandirikan
petani. Good bye obat-obatan kapitalis perusak tanah, air,
udara, dan produk makanan yang dikonsumsi.
Pestisid
anabati lebih Islami. Lebih memandirikan petani dan ekonomi nasional, tidak
membuang devisa untuk terus-terusan mengimpor pestisida. Obat ini tidak
membunuh langsung hama, namun merusak perkembangan telur, larva, dan pupa;
menghambat pergantian kulit; mengganggu komunikasi serangga; menyebabkan
serangga menolak makan; menghambat reproduksi serangga betina; mengurangi nafsu
makan; memblokir kemampuan makan serangga; mengusir serangga, dan menghambat
perkembangan patogen penyakit.
InsyaAllah
ini lebih murah dan mudah dibuat oleh petani, aman terhadap lingkungan, tidak
menyebabkan keracunan pada tanaman, sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama,
kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain, dan menghasilkan produk
pertanian yang sehat karena bebas residu kimia. Beberapa
bahan bakunya bisa dari nimba, kunyit atau jahe. Juga dengan mengekstrak
berbagai tanaman sehingga menghasilkan minyak nimba, minyak krisan, minyak
cengkeh, dan minyak tembakau. Bahan tanaman juga bisa dibakar lalu diambil
abunya. Ini bisa menjadi insektisida dari bahan serai, tembelekan, daun
bambu, dan lain-lain.
Lima, Perlakukan tanaman dengan lembut, karena ia
bisa merasa
Ya,
tanaman bisa merasa, bahkan sering disebut juga bersujud.
Dalam beberapa ayat dan hadist disebutkan tanaman bersujud saat malam lailatul
qadar. Bahkan pohon pun bersalawat pada nabi Muhammad SAW. Pangeran Charles (Inggris) dilaporkan sering berbicara dengan
tanaman peliharaannya.
Maka,
sudah umum di masyarakat kita memperlakukan tanaman dengan lembut. Berbagai
ritual selamatan digelar dalam bertani. Selamatan untuk memanjatkan doa kepada
sang Khalik, namun juga mengkomunikasikan langsung ke tanaman-tenaman di sawah
dan ladang. Karena itu, doa sering digelar langsung di
sawah-sawah, dihadapan
tanaman-tanaman.
Tanaman
sejatinya memiliki nyawa dan sifat-sifat dasar mahluk hidup. Tanaman
membutuhkan makanan, kemampuan beradaptasi, bernafas, tumbuh, dan berkembang
biak. Konon tanaman juga dapat berkomunikasi dengan sesamannya. Backster, seorang ahli alat penguji
kebohongan di Amerika yang pertama kali menemukan perihal komunikasi antar
tanaman. Dalam risetnya, Ia menyambungkan alat detektor kebohongan kepada
sebuah tanaman. Percobaan pertamanya, ia mengancam tanaman tersebut dengan
berpura-pura akan membakar salah satu helai daunnya. Alatnya tak mendeteksi
perubahan sedikit pun. Selanjutnya, karena penasaran Backster sungguh-sungguh
membakar daun tanaman itu. Apa yang terjadi kemudian, alat detektor menunjukkan
adanya getaran. Artinya, tanaman dapat merasakan ancaman yang hanya pura-pura
atau tidak terhadap dirinya. Akhirnya, Backster berkesimpulan bahwa tanaman pun
dapat berpikir.
Sauvin,
seorang peneliti sensitivitas tanaman, membuat sebuah alat yang dihubungkan
dengan tanaman untuk mengukur potensial listrik AC (arus bolak-balik) yang
terjadi pada medan energi tanaman. Sauvin segera menemukan bahwa tanaman
bereaksi terhadap kegembiraan dan kesenangan. Bahkan Sauvin mengubah alatnya
dengan menggunakan tanaman Begonia dalam pot menjadi barang komersial untuk
mendeteksi kebohongan. Tanaman ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa. Ia
mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Maka, para sedulur,
berbaik-baik lah pada tanaman kita.
Enam, perlakukan
lah alam dengan lembut
Selaras dengan anjuran ini kita
mengenal saat ini apa yang dilabeli dengan “Good
Agricultural Practices (GAP)”. Ada banyak batasan untuk Good
Agricultural Practices (GAP), dan apa yang disebut dengan “good”
juga bergantung kepada standar yang digunakan. Yang banyak diacu adalah batasan
yang dikeluarkan FAO. GAP dapat bebeda untuk setiap wilayah, sehingga ia memilki
konteks geografis. Secara umum, GAP berkaitan dengan berbagai kumpulan metode
spesifik yang diterapkan dalam pertanian yang memproduksi dengan
harmonis. “…any collection of specific methods, which when applied to
agriculture, produces results that are in harmony with the values of the
proponents of those practices”.
Lalu, apa perbedaan antara pertanian (konvensional)
dengan Good Agricultural Practices? GAPmenerapkan
metode yang spesifik dengan prinsip harmonis dengan nilai-nilai utama
lingkungan dan kesehatan. Artinya, metode ini memilih teknologi secara lebih
ketat. GAP dijalankan dalam manajemen tanaman terpadu (integrated crop
management) mencakup penggunaan pupuk, irigasi, pengendalian gulma,
pengendalian hama dan penyakit, dan panen. Juga menerapkan sejumlah
prinsip pada kegiatan produksi dan pasca produksi, dengan tujuan menghasilkan
makanan yang sehat dan aman. Bertanggung jawab untuk keberlanjutan secara
ekonomi, sosial dan lingkungan.
Jika pertanian tradisional masih menggunakan air
secara berelbihan, GAP tidak. Berkaitan dengan
penggunaan air adalah penggunaan air secara hemat dan efektif, mengurangi
salinisasi air, mengurangi tanaman yang membutuhkan banyak air, irigasi
berjangka dengan melihat kebutuhan tanaman dan menghindari kehilangan air
karena drainase, menghindari drainase dan hanyutnya pupuk, menjaga ekosistem
lahan basah, dan menyediakan air untuk tanaman secara alamiah. Demikian pula untuk ternak, perlakuan yang kasar pada ternak
dilarang, termasuk penggunaan antibiotik dan hormon yang tidak memperdulikan
kesehatan konsumen. GAP diaplikasikan melalui metode pertanian berkelanjutan
seperti Integrated Pest Management, Integrated Fertilizer
Management dan conservation agriculture. Ada empat prinsip utama GAP yaitu: (1) produksi secara
ekonomi dan efisien (food security), aman (food safety) dan
bergizi (food quality); (2) berkelanjutan dan meningkatkan SDA, (3)
menjaga keberlanjutan usaha pertanian dan berkontribusi pada penghidupan
berkelanjutan, dan (4) menyatukan antara cultural and social demands of
society.
GAP menerapkan manajemen tanaman terpadu (integrated
crop management). Khusus GAP yang berkaitan dengan perlakuan tanah adalah
menganjurkan aplikasi teknologi yang mereduksi erosi, penerapan pupuk secara
tepat (saat dan dosisnya), menjaga materi organik tanah, menjaga struktur
tanah, dan green manuring.
GAP memiliki cakupan yang luas dalam sistem
usahatani. Ia diterapkan melalui metode pertanian berkelanjutan (sustainable
agricultural methods) berupa manajemen hama terpadu (integrated pest management), manajemen pupuk terpadu (integrated fertilizer management) dan pertanian konservasi (conservation agriculture). Pertanian yang berkelanjutan menjadi spirit dalam praktek GAP,
dan organic farming menjadi metode pokoknya. Saat ini, telah
dihasilkan berbagai standar dan pedoman dalam penerapan GAP, yang berbeda antar
negara dan satuan wilayah. AS menerapkan Good Agricultural
Practices atau disebut juga Good Handling Practices, tidak
sebagaimana panduan FAO, karena mereka lebih fokus pada kesehatan pangan.
Panduan yang mereka gunakan dikeluarkan tahun 1998 berupa "Guide
to Minimize Microbial Food Safety Hazards for Fresh Fruits and Vegetables."
Pertanian organik sebagai Pertanian
Islami
Apapun
aktivitas manusia tidak boleh merusak apapun. Demikian pun bertani, tidak boleh
petani merusak alam. Namun, pertanian modern menggunakan input kimiawi telah
merusaka alam dan juga musuh-musuh alami.
Menyadari
ini, lahirlah berbagai metode pertanian yang lebih baik. Dan sesungguhnya, ini
lebih Islami. Langkah taubat dari revolusi hijau misalnya adalah pertanian
organik, LEISA (Low External Input Sustainable
Agriculture), smart
farming, dll.
Usaha
tani organik adalah bentuk usaha tani yang menghindari atau secara
besar-besaran menyingkirkan penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, zat
pengatur pertumbuhan tanaman, dan perangsang. Pertanian organik memiliki
prinsip kembali ke alam (back to nature). Alam merupakan suatu kesatuan,
terdiri dari banyak bagian, seperti organisme dengan organ-organnya. Semua
bagian berjalan dengan harmoni, saling melayani dan berbagi.Tiap organ memiliki
peran masing-masing, saling melengkapi dan memberikan sinergi untuk
menghasilkan keseimbangan secara optimal dan berkelanjutan. Itulah gambaran
organis, seperti alam melindungi dan mengayomi bagian-bagiannya secara
harmonis.
Usaha
budidaya tanaman secara organik sebenarnya bukan hal baru. Sekitar tahun 5.000
Sebelum Masehi, petani sudah menggunakan kotoran hewan dan sisa tanaman untuk
menyuburkan tanah. Demikian pula teknik pergiliran tanaman, tumpang sari, dan
menumpuk sisa tanaman juga sudah dilakukan. Bahkan penggunaan pupuk kandang dan
kompos juga ditemui di Kerajaan Romawi sekitar tahun 23-79 Setelah Masehi.
Di
Indonesia sudah secara turun-temurun keterampilan bertani organis ditularkan
dari generasi ke generasi. Misalnya sistem perladangan Suku Dayak Pedalaman
Kalimantan yang memiliki unsur tanah berkadar alumunium beracun, sistem
perladangan berpindah pada Suku Batak, Suku Melayu yang efektif mengembalikan
kesuburan tanah, sistem Surjan pada Suku Jawa yang cocok pada lahan yang tidak
terkontrol, sistem tumpang sari yang mampu menghindarkan tanaman dari
meledaknya hama dan penyakit, sistem bertani lada di Lampung dan Sulawesi
dengan sistem tanah bakar untuk memperbaiki struktur dan konsistensi tanah,
sistem peramalan musim tanam Suku Batak, Suku Jawa, Suku Dayak, Suku Bali untuk
mengendalikan serangan hama, dan Sistem Bondang di Desa Silo, Sumatera Utara,
yang cukup efektif menciptakan keseimbangan lingkungan.
Perlu
dicatat, petani-petani Islam, serta ahli-ahli pertanian Islam adalah para
peletak pengetahuan dasar bertani di dunia ini. Begitu banyak sumbangan mereka
pada pertanian dunia.
Bercocok-tanam
yang Diharamkan
Setiap tumbuh-tumbuhan yang
diharamkan memakannya atau yang tidak boleh dipergunakan kecuali dalam keadaan
darurat, maka tumbuh-tumbuhan tersebut haram ditanam, misalnya hasyisy (ganja)
dan sebagainya. Demikian pula tembakau, kalau kita berpendapat merokok itu
mudhorat dan haram, sehingga maka menanamnya juga berarti haram.
Bahkan, juga dilarang bagi
muslim menanam dan mengusahakan tanaman yang haram untuk muslim namun tidak
haram untuk non muslim. Demikian lah, maka muslim tidak diperkenankan
memelihara babi untuk dijual kepada orang Kristen. Dengan dasar ini, Islam juga
mengharamkan menjual anggur yang sesungguhnya sudah jelas halalnya, namun
dijual kepada orang yang diketahui akan mengolahnya menjadi arak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar