Sabtu, 09 Mei 2020

Subbab 2.4. Adab Bertani Islami

(Draf Buku “BERTANI DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam.  Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)


Saban pagi kita sudah ke ladang, bekerja berpeluh menggeluti tanah, memupuk, memelihara tanaman, namun adakah yang bertanya: apakah cara-cara kita sudah benar? Apakah sudah sesuai Islam? Adakah Islam punya panduan? Ada, banyak, dan lengkap. Tidak mungkin tidak, karena Islam mengatur semua aspek kehidupan. Orang bilang, dari mengurus negara sampai mau masuk ke peturasan. Berikut beberapa adab dalam bertani yang semestinya kita ikuti:

Satu, Mengagumi kebun dengan mengucap masyaAllah

Ketika mmasuki kebun yang hijau, penuh tanaman subur, menyenangkan, menimbulkan kebahagiaan; maka biasakan mengucap masyaAllah. Ini ekspresi penghargaan kepada Allah yang telah menumbuhkannya, sekaligus sebagai pengingat bahwa semua pencapaian bisa terjadi karena kehendak-Nya. Dia lah Allah al-hayyu al-qayyum
yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya” (Ali Imran: 1-2).

“Mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu memasuki kebunmu “maasyaa-allaah, laa quwwata illaa billaah (sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).” (Al-Kahfi: 39).

Ucapan “masyaAllah” ini mengembalikan kekaguman kita kepada Allah SWT, bahwa semua yang kita kagumi itu terwujud atas kehendak Allah, bukan karena usaha kita sendiri. Surat Al-Kahfi mencontohkan langsung adab bagaimana seharusnya kita memasuki kebun. Kekagumannya atas indahnya kebun tersebut, ranumnya buah, lebatnya tanaman; semata-mata kebaikan-kebaikan itu atas kehendak Allah.

Selain itu, mengucapkan masyaAllah ketika melihat keindahan dan kecantikan, penting agar kita terhindar dari bahaya pandangan mata orang lain yang disebut “ain”. Pandangan yang kagum tanpa mengucap masyaAllah meskipun tidak disertai rasa iri dengki, dapat membuat kerusakan pada objek tersebut. Salah satu kisah yang terjadi zaman Nabi, ketika Amir bin Rabi’ah melihat Sahl bin Hunaif yang memuji fisik (kulit) Sahl yang bagus tanpa mengucapkan masya Allah. Dan langsung tiba-tiba Sahl jatuh terpelanting (pingsan). Untuk mengobatinya, Rasulullah memerintahkan Amir untuk berwudhu, dan bekas wudhunya dipake untuk membasuh Sahl.

Kalau ga salah, ini juga pernah terjadi pada kebun yang hijau dan subur, karena tidak segera mengembalikan keindahan tersebut kepada yang memiliki dan menciptakannya yakni Allah SWT, Al Muhyii yang Maha Menghidupkan.

Dua, Berbudi pada tanah dengan tidak menelantarkannya

Rasul mengingatkan betapa perlunya tanah pertanian “dihidupkan” untuk menghasilkan bahan makanan. Rasul tidak mengizinkan sama sekali tanah dibiarkan, ditelantarkan,  dan dimubazirkan. “Sesiapa yang mempunyai tanah hendaklah dia mengerjakannya dengan bertani atau (jika dia tidak berupaya melakukannya) hendaklah menyerahkannya kepada saudaranya supaya diusahakan dan janganlah dia menyewakannya (sekalipun) hanya sepertiga, seperempat dan makanan asasi” (HR Abu Daud).

Berdasarkan hadits tersebut, jelas bahwa manusia bertanggungjawab untuk memakmurkan bumi ini. Itu peran manusia di dunia. Dua dari fungsi manusia sebagai khalifah di bumi adalah memakmurkan bumi (al'imarah) dan memelihara bumi (arri'ayah). Manusia harus bisa memanfaatkan kekayaan alam untuk kelangsungan peradababan semua makhluk di bumi, serta sekaligus menjaga bumi dari kerusakan.

Tiga, Adab menabur bibit

Bibit adalah awal kehidupan. Benih adalah sumber kehidupan. Meskipun kecil di dalamnya terkandung informasi genetik dan energi penghidupan yang sangat besar. Benih menjadi mata rantai yang penting dalam keseluruhan life cycle, maka harus dihargai.

Ketika mengambil bibit hendaknya dimulai dengan membaca basmalah dan shalawat, usahakan dalam keadaan punya wudhu’ dan suci dari hadas. Seorang keturunan Rasulullah saw, yaitu Imam Muhammad Al-Baqir putera Ali zainal Abidin bin Husein bin Fatimah Az-Zahra’ binti Rasulullah; mengajarkan jika seseorang hendak bertani atau menanam suatu tanaman, maka hendaknya mengambil segenggam bibit dengan tangannya sendiri. Sebelum menaburkan bibit tadi, disunnahkan menghadap ke kiblat sambil membaca ayat Al-Qur’an surat Al-Waqi’ah ayat 64: A antum tazra'nahū am nanuz-zāri'n”. Artinya: “… apakah kamu yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkannya?”

Kemudian membaca doa berikut:

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُ حَرْثًا مُبَارَكًا، وَارْزُقْنَا فِيْهِ السَّلاَمَةَ وَالتَّمَامَ، وَاجْعَلْهُ حَبًّا مُتَرَاكِبًا، وَلاَ تَحْرِمْنِي خَيْرَ مَا أَبْتَغِي، وَلاَ تَفُتَّنِي بِمَا مَتَّعْتَنِي بِحَقِّ مُحَمَّدٍ وَآلِهِ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ.

(Ya Allah, jadikan bibit ini menghasilkan pertanian yang penuh berkah, karuniakan kepada kami dalam pertanian ini keselamatan dan kesempurnaan. Jadikan bibit ini keberhasilan yang melimpah. Jangan halangi aku dari kebaikan yang aku harapkan, dan jangan binasakan aku karena hasil yang menyenangkan, dengan hak Muhammad dan keluarganya yang baik dan suci).

Empat, Adab menangani serangan hama dan penyakit (HPT)

Untuk mengatasi serangan hama dan penyakit, dibutuhkan penanganan lahir dan bathin.  Secara zahir kita mengunakan pestisida dan herbisida, namun perlu dibarengi dengan mendekatkaan diri dengan Allah juga perlu. Semua makhluk adalah tunduk pada Allah sebagai penciptanya, termasuk serangga, ulat, cacing, belalang, bahkan virus dan bakteri.

Salah satu amalan yang dianjurkan ialah dengan membaca al-Fatihah ummul kitab. Beberapa sumber menyarankan pula bagi petani mengamalkan wirid dan berdzikir kepada Allah. Semua doa ini pada hakekatnya adalah memohon pertolongan Allah Al Mujiib yang Maha Mengabulkan, sehingga sawah dan kebun kita dijauhkan dari berbagai macam hama serta selamat dari cekaman iklim.

Di tengah masyarakat kita, ada yang mempraktekkan amalan dengan menuliskan ayat-ayat suci dalam secarik kertas, lalu memasukkan ke dalam botol, dan di simpan di setiap sudut ladang. Wallahu alam. Saya tidak tahu apakah amalan ini benar atau salah.

Berkenaan dengan penggunaan pestisida, kalangan akademis sudah lam melarang penggunaan pestisida kimia atau sintetik karena sifat desktruktifnya. Racun ini memang ampuh membunuhi hama dengan cepat, namun juga telah membunuh organisme lain yang sesungguhnya positif yaitu “musuh alami”. Dalam upaya mencari alternatif pestisida lain yang diharapkan lebih lunak, berkembang pembuatan “pestsida nabati” atau sering pual disebut “pestisida organik”. Bahan aktifnya berasal dari tanaman atau tumbuhan, hewan dan bahan organik lain. Petani dapat membuat pestisida dengan meracik sendiri dengan mengambil dari bahan-bahan yang ada di sekitar mereka. Obat ini lebih sehat untuk lingkungan dan tidak meninggalkan residu yang susah diurai secara alamiah.  Selain itu, pembuatan pestisida sendiri dari bahan-bahan yang tidak harus dibeli, otomatis akan memandirikan petani. Good bye  obat-obatan kapitalis perusak tanah, air, udara, dan produk makanan yang dikonsumsi.

Pestisid anabati lebih Islami. Lebih memandirikan petani dan ekonomi nasional, tidak membuang devisa untuk terus-terusan mengimpor pestisida. Obat ini tidak membunuh langsung hama, namun merusak perkembangan telur, larva, dan pupa; menghambat pergantian kulit; mengganggu komunikasi serangga; menyebabkan serangga menolak makan; menghambat reproduksi serangga betina; mengurangi nafsu makan; memblokir kemampuan makan serangga; mengusir serangga, dan menghambat perkembangan patogen penyakit.

InsyaAllah ini lebih murah dan mudah dibuat oleh petani, aman terhadap lingkungan, tidak menyebabkan keracunan pada tanaman, sulit menimbulkan kekebalan terhadap hama, kompatibel digabung dengan cara pengendalian yang lain, dan menghasilkan produk pertanian yang sehat karena bebas residu kimia. Beberapa bahan bakunya bisa dari nimba, kunyit atau jahe. Juga dengan mengekstrak berbagai tanaman sehingga menghasilkan minyak nimba, minyak krisan, minyak cengkeh, dan minyak tembakau. Bahan tanaman juga bisa dibakar lalu diambil abunya. Ini bisa menjadi  insektisida dari bahan serai, tembelekan, daun bambu, dan lain-lain.

Lima, Perlakukan tanaman dengan lembut, karena ia bisa merasa

Ya, tanaman bisa merasa, bahkan sering disebut juga bersujud. Dalam beberapa ayat dan hadist disebutkan tanaman bersujud saat malam lailatul qadar. Bahkan pohon pun bersalawat pada nabi Muhammad SAW. Pangeran Charles (Inggris) dilaporkan sering berbicara dengan tanaman peliharaannya.

Maka, sudah umum di masyarakat kita memperlakukan tanaman dengan lembut. Berbagai ritual selamatan digelar dalam bertani. Selamatan untuk memanjatkan doa kepada sang Khalik, namun juga mengkomunikasikan langsung ke tanaman-tenaman di sawah dan ladang. Karena itu, doa sering digelar langsung di sawah-sawah, dihadapan tanaman-tanaman.

Tanaman sejatinya memiliki nyawa dan sifat-sifat dasar mahluk hidup. Tanaman membutuhkan makanan, kemampuan beradaptasi, bernafas, tumbuh, dan berkembang biak. Konon tanaman juga dapat berkomunikasi dengan sesamannya.  Backster, seorang ahli alat penguji kebohongan di Amerika yang pertama kali menemukan perihal komunikasi antar tanaman. Dalam risetnya, Ia menyambungkan alat detektor kebohongan kepada sebuah tanaman. Percobaan pertamanya, ia mengancam tanaman tersebut dengan berpura-pura akan membakar salah satu helai daunnya. Alatnya tak mendeteksi perubahan sedikit pun. Selanjutnya, karena penasaran Backster sungguh-sungguh membakar daun tanaman itu. Apa yang terjadi kemudian, alat detektor menunjukkan adanya getaran. Artinya, tanaman dapat merasakan ancaman yang hanya pura-pura atau tidak terhadap dirinya. Akhirnya, Backster berkesimpulan bahwa tanaman pun dapat berpikir.

Sauvin, seorang peneliti sensitivitas tanaman, membuat sebuah alat yang dihubungkan dengan tanaman untuk mengukur potensial listrik AC (arus bolak-balik) yang terjadi pada medan energi tanaman. Sauvin segera menemukan bahwa tanaman bereaksi terhadap kegembiraan dan kesenangan. Bahkan Sauvin mengubah alatnya dengan menggunakan tanaman Begonia dalam pot menjadi barang komersial untuk mendeteksi kebohongan. Tanaman ternyata memiliki kemampuan yang luar biasa. Ia mampu berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya. Maka, para sedulur, berbaik-baik lah pada tanaman kita.

Enam, perlakukan lah alam dengan lembut

Selaras dengan anjuran ini kita mengenal saat ini apa yang dilabeli dengan “Good Agricultural Practices (GAP)”.  Ada banyak batasan untuk Good Agricultural Practices (GAP), dan apa yang disebut dengan “good” juga bergantung kepada standar yang digunakan. Yang banyak diacu adalah batasan yang dikeluarkan FAO. GAP dapat bebeda untuk setiap wilayah, sehingga ia memilki konteks geografis. Secara umum, GAP berkaitan dengan berbagai kumpulan metode spesifik yang diterapkan dalam pertanian yang memproduksi dengan harmonis. “…any collection of specific methods, which when applied to agriculture, produces results that are in harmony with the values of the proponents of those practices”

Lalu, apa perbedaan antara pertanian (konvensional) dengan Good Agricultural Practices? GAPmenerapkan metode yang spesifik dengan prinsip harmonis dengan nilai-nilai utama lingkungan dan kesehatan. Artinya, metode ini memilih teknologi secara lebih ketat. GAP dijalankan dalam manajemen tanaman terpadu (integrated crop management) mencakup penggunaan pupuk,  irigasi, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit, dan panen. Juga menerapkan sejumlah prinsip pada kegiatan produksi dan pasca produksi, dengan tujuan menghasilkan makanan yang sehat dan aman. Bertanggung jawab untuk keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan lingkungan.

Jika pertanian tradisional masih menggunakan air secara berelbihan, GAP tidak. Berkaitan dengan penggunaan air adalah penggunaan air secara hemat dan efektif, mengurangi salinisasi air, mengurangi tanaman yang membutuhkan banyak air, irigasi berjangka dengan melihat kebutuhan tanaman dan menghindari kehilangan air karena drainase, menghindari drainase dan hanyutnya pupuk, menjaga ekosistem lahan basah, dan menyediakan air untuk tanaman secara alamiah. Demikian pula untuk ternak, perlakuan yang kasar pada ternak dilarang, termasuk penggunaan antibiotik dan hormon yang tidak memperdulikan kesehatan konsumen. GAP diaplikasikan melalui metode pertanian berkelanjutan seperti Integrated Pest Management, Integrated Fertilizer Management dan conservation agriculture. Ada empat  prinsip utama GAP yaitu: (1) produksi secara ekonomi dan efisien (food security), aman (food safety) dan bergizi (food quality); (2) berkelanjutan dan meningkatkan SDA, (3) menjaga keberlanjutan usaha pertanian dan berkontribusi pada penghidupan berkelanjutan, dan (4) menyatukan antara cultural and social demands of society.

GAP menerapkan manajemen tanaman terpadu (integrated crop management). Khusus GAP yang berkaitan dengan perlakuan tanah adalah menganjurkan aplikasi teknologi yang mereduksi erosi, penerapan pupuk secara tepat (saat dan dosisnya), menjaga materi organik tanah, menjaga struktur tanah, dan green manuring.

GAP memiliki cakupan yang luas dalam sistem usahatani. Ia diterapkan melalui metode pertanian berkelanjutan (sustainable agricultural methods) berupa manajemen hama terpadu (integrated pest management), manajemen pupuk terpadu (integrated fertilizer management) dan pertanian konservasi (conservation agriculture). Pertanian yang berkelanjutan menjadi spirit dalam praktek GAP, dan organic farming menjadi metode pokoknya. Saat ini, telah dihasilkan berbagai standar dan pedoman dalam penerapan GAP, yang berbeda antar negara dan satuan wilayah. AS menerapkan Good Agricultural Practices atau disebut juga Good Handling Practices, tidak sebagaimana panduan FAO, karena mereka lebih fokus pada kesehatan pangan. Panduan yang mereka gunakan dikeluarkan tahun 1998  berupa "Guide to Minimize Microbial Food Safety Hazards for Fresh Fruits and Vegetables."

Pertanian organik sebagai Pertanian Islami

Apapun aktivitas manusia tidak boleh merusak apapun. Demikian pun bertani, tidak boleh petani merusak alam. Namun, pertanian modern menggunakan input kimiawi telah merusaka alam dan juga musuh-musuh alami.

Menyadari ini, lahirlah berbagai metode pertanian yang lebih baik. Dan sesungguhnya, ini lebih Islami. Langkah taubat dari revolusi hijau misalnya adalah pertanian organik, LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), smart farming, dll.

Usaha tani organik adalah bentuk usaha tani yang menghindari atau secara besar-besaran menyingkirkan penggunaan pupuk dan pestisida sintetik, zat pengatur pertumbuhan tanaman, dan perangsang. Pertanian organik memiliki prinsip kembali ke alam (back to nature). Alam merupakan suatu kesatuan, terdiri dari banyak bagian, seperti organisme dengan organ-organnya. Semua bagian berjalan dengan harmoni, saling melayani dan berbagi.Tiap organ memiliki peran masing-masing, saling melengkapi dan memberikan sinergi untuk menghasilkan keseimbangan secara optimal dan berkelanjutan. Itulah gambaran organis, seperti alam melindungi dan mengayomi bagian-bagiannya secara harmonis.

Usaha budidaya tanaman secara organik sebenarnya bukan hal baru. Sekitar tahun 5.000 Sebelum Masehi, petani sudah menggunakan kotoran hewan dan sisa tanaman untuk menyuburkan tanah. Demikian pula teknik pergiliran tanaman, tumpang sari, dan menumpuk sisa tanaman juga sudah dilakukan. Bahkan penggunaan pupuk kandang dan kompos juga ditemui di Kerajaan Romawi sekitar tahun 23-79 Setelah Masehi.

Di Indonesia sudah secara turun-temurun keterampilan bertani organis ditularkan dari generasi ke generasi. Misalnya sistem perladangan Suku Dayak Pedalaman Kalimantan yang memiliki unsur tanah berkadar alumunium beracun, sistem perladangan berpindah pada Suku Batak, Suku Melayu yang efektif mengembalikan kesuburan tanah, sistem Surjan pada Suku Jawa yang cocok pada lahan yang tidak terkontrol, sistem tumpang sari yang mampu menghindarkan tanaman dari meledaknya hama dan penyakit, sistem bertani lada di Lampung dan Sulawesi dengan sistem tanah bakar untuk memperbaiki struktur dan konsistensi tanah, sistem peramalan musim tanam Suku Batak, Suku Jawa, Suku Dayak, Suku Bali untuk mengendalikan serangan hama, dan Sistem Bondang di Desa Silo, Sumatera Utara, yang cukup efektif menciptakan keseimbangan lingkungan.

Perlu dicatat, petani-petani Islam, serta ahli-ahli pertanian Islam adalah para peletak pengetahuan dasar bertani di dunia ini. Begitu banyak sumbangan mereka pada pertanian dunia.

Bercocok-tanam yang Diharamkan

Setiap tumbuh-tumbuhan yang diharamkan memakannya atau yang tidak boleh dipergunakan kecuali dalam keadaan darurat, maka tumbuh-tumbuhan tersebut haram ditanam, misalnya hasyisy (ganja) dan sebagainya. Demikian pula tembakau, kalau kita berpendapat merokok itu mudhorat dan haram, sehingga maka menanamnya juga berarti haram.

Bahkan, juga dilarang bagi muslim menanam dan mengusahakan tanaman yang haram untuk muslim namun tidak haram untuk non muslim. Demikian lah, maka muslim tidak diperkenankan memelihara babi untuk dijual kepada orang Kristen. Dengan dasar ini, Islam juga mengharamkan menjual anggur yang sesungguhnya sudah jelas halalnya, namun dijual kepada orang yang diketahui akan mengolahnya menjadi arak.

Bercocok tanam apapun dan metode apapun sepanjang akan merusak tentu dilarang. Misalnya menanam tanaman semusim berakar pendek pada area tangkapan air, apalagi di lahan yang bertopografi miring dan terjal. Mudhorat nya sudah jelas bagi alam, terlebih pada daerah hilir nya yang akan menderita banjir pada waktu hujan dan kekeringan pada saat kemarau. Ilmu dan pengarahan dari ahli-ahli konservasi, harus didengarkan. Rasulullah SAW menunjukkan kepeduliannya pada pelestarian alam.  Praktek konservasi telah dilakukan Rasulullah dan sahabatnya melalui kawasan lindung (hima), kawasan larangan (al Harim), dan menghidupkan lahan yang terlantar (Ihya al mawaat), dengan memperhitungkan sekaligus di dalamnya  pemenuhan hak-hak kehidupan liar, baik satwa maupun tumbuhan
*****

Tidak ada komentar:

Posting Komentar