(Draf Buku “BERTANI
DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri
Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam. Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)
Zakat bukan beban, tapi prestasi.
Hanya orang sukses yang berzakat!
Zakat berasal dari
bentukan kata zaka yang berarti suci, baik, berkah, tumbuh,
dan berkembang. Menurut terminologi syariat, zakat adalah kata benda, yakni
sebutan bagi sejumlah harta tertentu yang telah mencapai syarat dan diwajibkan
oleh Allah untuk dikeluarkan dan diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Maka, setiap harta yang sudah dikeluarkan zakatnya akan menjadi suci, bersih,
baik, berkah, tumbuh, dan berkembang (At-Taubah: 103 dan Ar-Rum: 39).
Dalam Al-Quran, zakat
dan shalat sering berbarengan disebut, yang menunjukkan betapa zakat merupakan
rukun Islam yang penting pula. Bahkan ada yang mengatakan bahwa zakat dan
shalat dijadikan sebagai lambang keseluruhan ajaran Islam. “Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat.” Jika shalat
melambangkan hubungan seseorang dengan Tuhan, maka zakat melambangkan hubungan
antar sesama manusia. Satu vertikal dan satu horizontal; lengkap sudah!
“Tidaklah mereka itu diperintahkan,
melainkan supaya beribadah kepada Allah dengan ikhlas dan condong melakukan
agama karenanya, begitu pula supaya mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat
dan itulah agama yang lurus” (Al-Bayyinah: …??).
Zakat adalah
prestasi, bukan kewajiban. Dan, memang. Di kampung Saya hanya
petani hebat yang berzakat. Petani yang hasil panen sampai senisab dibicarakan
dan disanjung orang sekampung. Demikian pula dalam bertani, zakat mestilah
dipandang sebagai motivasi. Kita berusaha, cari uang, agar bisa memberikan
zakat yang terbanyak dan terbaik. Sebagaimana Qabil dan Habil berlomba dulu.
Hasrat memberi zakat terbanyak, mendorong kita mendapatkan pendapatan banyak. Caranya bukan
dengan meningkatkan margin usaha yang besar, namun tetap dengan margin “sedang”
tapi memperbesar skala. Bahasa orang dagang: “meningkatkan partai”.
Perintah Mengeluarkan Zakat
Sebagai salah
satu rukun Islam, zakat adalah fardhu
‘ain dan merupakan kewajiban ta’abudi.
Zakat adalah ibadah sosial yang formal, terikat oleh syarat dan rukun. Dalam
al-Qur’an perintah zakat sama pentingnya dengan perintah shalat. “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah
Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah:103)
Zakat
merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang mempunyai harta dan memenuhi
nisab. Di antara
hikmah membayar zakat adalah membersihkan jiwa manusia dari kikir, keburukan
dan kerakusan terhadap harta, juga membantu kaum muslimin yang berada dalam
keadaan kekurangan.
Dalil-dalil Adanya Zakat
Pertanian
Firman Alla
SWT, untuk
beribadah mahdah kita harus berharta, terutama untuk berzakat. Tampaknya
selama ini ada sedikit kekeliruan, di mana kewajiban zakat sering dipahami
hanya bila kita punya
harta. Meskipun secara fikih pemahaman tersebut benar, namun semangatnya adalah
carilah uang dan kumpulkanlah harta sehingga kita dapat melaksanakan zakat.
Anda harus berzakat dan untuk itu Anda harus punya harta! Zakat Anda semakin
besar jika Anda kaya. Dan Allah tahu pasti, Anda bisa kaya.
Untuk
salat kita pun harus berharta. Kita perlu uang untuk membeli penutup aurat yang
bersih dan pantas. Sedekah juga memiliki kekuatan yang luar biasa. Dalam
Al-Quran dijelaskan bahwa siapa yang menyisihkan sebagian harta untuk
dinafkahkan di jalan Allah, ia akan dikaruniai kelapangan hidup dan lebih
banyak rezeki. Itulah janji Allah. Allah tidak akan pernah ingkar janji.
Setidaknya ada dua manfaat berzakat. Satu, manfaat ekonomi yakni memberikan kontribusi dalam mengangkat harkat hidup
sesama
umat, memajukan
organisasi secara mikro dan pertumbuhan ekonomi secara makro, dan memperluas
investasi dan produksi sehingga membuka lapangan pekerjaan dan menyejahterakan
umat.
Kedua, manfaat
kerohanian. Mengeluarkan zakat, dengan sengaja menyisihkan apa yang sudah di
depan mata ke orang lain, akan membersihkan jiwa dari sifat pelit, bakhil, dan
penyakit-penyakit hati lainnya. Ini juga akan mendatangkan berkah dan
menumbuhkan kasih sayang kepada sesama umat. Memberi adalah membanggakan.
Zakat
juga akan meninggikan derajat manusia. Zakat
merupakan salah satu rukun Islam yang keempat. Zakat sendiri memiliki arti
membersihkan dan menyucikan, seperti yang terdapat dalam firman Allah yang
menjelaskan bahwa ketika Anda memiliki rejeki hendaknya disisihkan untuk
bersedekah dan beramal, senantiasa bisa menjadi pembersih dan penyuci amal.
Dalam
Islam jenis zakat dibagi menjadi 2 dua yaitu zakat fitrah dan zakat maal (harta).
Zakat maal adalah zakat yang wajib
dikeluarkan dari hasil-hasil mata pencaharian seseorang yang berupa benda atau
barang.
Harta
yang wajib zakat mal
adalah emas, perak, hewan ternak, hasil pertanian (padi) dan lain
sebagainya. Emas dan perak dipandang sebagai harta yang berkembang nilainya, sehingga diwajibkan zakat atasnya. Yang termasuk kategori
emas dan perak adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu. Dengan kata lain
tabungan, deposito, cek, saham dan surat berharga lainnya termasuk dalam kategori
emas dan perak. Termasuk juga rumah, tanah, kendaraan dan harta lainnya misalnya harta perniagaan.
Menurut Badan Amal
Zakat nasional (Baznas),
sesuatu
dapat disebut dengan maal (harta) apabila memenuhi dua syarat, yaitu: (1) Dapat
dimiliki, disimpan, dihimpun, dan dikuasai, dan (2) Dapat diambil manfaatnya sesuai
dengan ghalibnya, misalnya
rumah, mobil, ternak, hasil pertanian, uang, emas, dan perak. Syarat harta yang wajib dizakati
yaitu milik penuh, bertambah atau berkembang, cukup nisab, lebih dari kebutuhan
pokok, bebas dari hutang, dan sudah berlalu satu tahun (haul).
Syarat
Wajib Zakat
Beberapa
syarat yang wajib dipenuhi untuk berzakat
yaitu
beragama Islam, merdeka, kepemilikan sendiri seutuhnya, cukup nisab, tanamannya
merupakan tanaman asasi yang tahan disimpan lama, dan juga tanamannya hasil
usaha manusia/bukan tanaman liar.
Harta yang dizakatkan adalah miliknya sepenuhnya dan
dapat diambli manfaatnya secara penuh. Harta diperoleh melalui proses
pemilikan yang dibenarkan dalam Islam seperti dari usaha,
pemberian negara atau orang lain, warisan dan cara-cara lain yang sah. Zakat mal
adalah zakat hasil perniagaan atau usaha yang wajib dikeluarkan seorang muslim
jika telah mencapai nisab dengan haul 1 tahun.
Lebih
dari kebutuhan pokok, maksudnya harta yang dimiliki melebihi
kebutuhan minimal yang dibutuhkan seseorang dan keluarga yang menjadi
tanggungannya untuk kelangsungan hidupnya untuk kebutuhan
primer.
Memiliki nishab
maksudnya adalah batas terendah untuk dikeluarkan zakatnya. Syarat nishab adalah
harta tersebut di luar kebutuhan yang harus dipenuhi. Contohnya adalah pakaian,
makanan, tempat tingal, kendaraan maupun alat yang dipakai untuk berdagang
atau mencari penghasilan. Serta, harta yang dizakatkan telah mengendap selama satu tahun (haul) terhitung
dari hari kepemilikan nishab. Khusus
untuk hasil pertanian, zakat dikeluarkan ketika panen, tidak perlu menunggu
satu tahun.
Cara
Menghitung Zakal Mal
Zakat
terdiri atas zakal fitrah dan zakat mal (harta). Lalu zakat dipisah lagi atas
harta emas dan perak serta penghasilan.
Zakat Mal
Selain emas dan perak, binatang ternak juga termasuk mal (harta), yang zakatnya berpedoman
pada hitungan haul, yakni selama
setahun. Sehingga, kalau nishab tersebut berkurang pada satu ketika
dari haul, maka terputuslah hitungan haul. Dan kalau sempurna lagi setelah itu,
maka dimulai lagi perhitungannya,
ketika sempurna nishab tersebut.
Contoh,
nisab Anda telah tercapai pada bulan Januari. Sedangkan pada bulan Mei ternyata
harta Anda berkurang dari ketentuan nisab. Maka terhapuslah perhitungan
nisabnya. Lalu jika pada bulan Juni bertambah hingga mencapai
nisab, maka dimulai kembali perhitungan pertama dari bulan tersebut. Begitu
pula seterusnya hingga mencapai satu tahun sempurna, barulah dihitung zakat
yang perlu dikeluarkan.
Ada
yang berpendapat bahwa dalam perhitungan zakat mal, maka
semua barang (emas, perak, uang dan barang lainnya)
digabungkan seluruhnya. Untuk nishab emas adalah 20 Dinar
Islam, sedangkan nishab perak adalah 200 Dirham. Dinar merupakan
koin emas 22 karat atau sebesar 4,25 gram, sedangkan
Dirham merupakan koin perak murni dengan berat 2,975 gram. Kedua koin ini merupakan
alat tukar yang sah menurut syariat Islam dan sunnah Rasul. Nilai 1 Dinar saat ini harganya
mencapai sekitar Rp 2,3 jutaan, sedangkan 1
Dirham setara dengan Rp 65 ribuan.
Zakat Hasil Pertanian
“Makanlah
dari buahnya (yang bermaca-macam itu) bila dia berbuah, dan tunaikanlah haknya
dihari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu
berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan.” (Al-An’am:
141). Berkenaan
dengan zakat pertanian, ada perbedaan antar mahzab:
1.
Menurut
Imam Abu Hanifah, setiap yang tumbuh di bumi, kecuali kayu, rumput dan
tumbuh-tumbuhan yang tidak berbuah, wajib dizakati.
2.
Menurut
Imam Malik, semua tumbuhan yang tahan lama dan dibudidayakan manusia wajib
dizakati kecuali buah-buahan yang berbiji buah jambu, pir, dan lain-lain.
3.
Menurut
Imam Syafi’i, setiap tumbuh-tumbuhan makanan yang menguatkan, tahan lama dan
dibudidayakan manusia wajib dizakati.
4.
Menurut
Imam Ahmad bin Hambal, biji-bijian, buah-buahan, dan rumput yang ditanam wajid
dizakati, begitu pula
tanaman-tanaman lain yang mempunyai sifat yang sama dengan tamar, kurma, buah
tien, dan mengkudu. Untuk hasil
bumi yang lain misalnya cengkeh wajib
dizakati apabila diperdagangkan, yang ketentuannya
sama dengan zakat tijarah
(perdagangan) bukan zakat zira’ah
(hasil bumi).
Dalam
berbagai kitab, nishab padi adalah 5 (lima) wasak,
sedangkan nishab harta dagangan adalah sama dengan
nishab emas murni (24 karat) yaitu 20 dinar. Berdasarkan ukuran yang telah
dikonversikan dalam ukuran yang biasa kita pakai, nishab padi adalah sekitar 1.323 kg
dengan zakat 5% atau 1/20 setiap kali panen, yakni kira-kira
66 kg
setiap 1.323 kg.
Masih
ada ketentuan lain untuk perhitungan zakat mal ini. Jika hasil pertanian
diperoleh dengan cara pengairan atau memakai alat penyiram tanaman maka
zakatnya 1/20 (5%), namun bila hasil
pertanian diperoleh dengan memanfaatkan air hujan maka zakatnya 1/10
(10%). Apabila petani memiliki kebun
yang berbeda-beda tempatnya dan menggunakan sistem pengairan yang berbeda, maka
nilai zakat masing-masing perkebunan atau pertanian itu juga berbeda.
Dalam
hal pencapaian nishab, hasil panen pertanian atau perkebunan yang sejenis dalam
satu tahun, menurut sebagian ulama, dihitung secara tergabung. Perbedaan
tempat, lokasi dan waktu dalam satu tahun tidak menghalangi pencapaian nishab.
Zakat
hasil pertanian dikeluarkan zakatnya setiap kali panen dan tidak harus menunggu
genap satu tahun. Hanya saja, terkait dengan pencapaian nishab, hasil panen
dalam satu tahun digabung sehingga mencapai nilai nishab (yakni 653
kg beras atau 5 wasaq). Sebagian ulama berpendapat hasil satu musim untuk
pertanian yang satu jenis dihitung secara tergabung, tidak terpisah, untuk
mencapai penggenapan nishab. Namun hal ini tidak menjadikan pengeluaran zakat
dilakukan menunggu satu tahun.
Jika dicermati, tampaknya zakat dihitung dari “hasil
kotor”, yakni tidak memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan untuk benih,
pupuk dan lain-lain. Namun, banyak ulama berpendapat bahwa zakat pertanian
dikeluarkan setelah dikurangi hutang bila petani itu harus berhutang untuk
membiayai pertaniannya. Tentu saja syaratnya ia tidak memiliki uang atau harta
lain yang berlebih yang bisa ia gunakan untuk membayar hutang. Apabila ia
memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok, walau pun berbentuk property, maka hutang itu tidak menjadi
pengurang kewajiban zakat.
Sebagian
besar ulama sepakat bahwa nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq, namun sebagian ulama berpendapat tidak memerlukan
ketentuan nishab. Berapa nilai “5 wasaq”? Para
ulama berbeda pendapat, namun pendapat yang
paling populer adalah pendapat syaikh Yusuf Al-Qardhawi bahwa 5 wasaq kurang
lebih setara 653 kg.
Zakat
Pertanian dalam Islam terbagi-bagi menurut hasil pemerolehannya,
sebagai berikut:
Zakat
padi
Hasil bumi daripadi wajib mengeluarkan zakat jika
sudah mencapai nishab (jumlah minimal) sebesar 5 wasaq (653 kg). Untuk ukuran sekarang, jika harga
padi Rp 5.000 per kg, maka nilainya menjadi Rp. 3.265.000. Ini termasuk batasan
yang rendah. Jika rata-rata produksi padi adalah 6 ton /ha, maka petani yang
kira-kira punya 0,1 ha pun sudah harus berzakat.
Namun menurut KH Ma’shum Ali Jombang pada kitab Fath
Al-Qadir (https://islam.nu.or.id/....), nishab padi adalah 1,6 ton
lebih, atau setara dengan 816 kg beras. Jika dikembalikan kepada rata-rata
produksi, maka dengan luas 0,26 sudah wajib berzakat. Mana yang benar? Wallahu a’lam.
Adapun zakat pertanian padi terdiri dari
tiga macam, yaitu: (1) Apabila pengairannya berasal dari alam (hujan/mata air), maka kadar zakat pertanian tadah hujan tersebut sebesar 10%, (2) Untuk hasil panen
padi yang separuh penanamannya mengandalkan air hujan/mata air dan sisanya
menggunakan biaya, maka besaran zakatnya sebesar 7,5%, dan (3) Kemudian untuk
hasil panen padi yang pengairannya menggunakan tenaga manusia/binatang, maka
zakatnya sebesar 5%.
Zakat pertanian pada
sawah yang disewa
Jika sawah digadaikan
ke orang lain, apabila pemilik tidak mendapat hasil bumi, maka zakatnya tidak
dengan hasil bumi. Yang perlu dizakati adalah uang hasil sewanya, syaratnya
uang tersebut telah mencapai nishab dan melalui 1 haul. Acuannya adalah
nilainya setara harga emas 85 gram atau 595 gram
perak.
Namun, jika sawahnya menyewa ke orang lain,
maka cara pembayaran zakatnya dikurangi uang sewa terlebih dahulu, sisanya
yang wajib dizakati.
Untuk besaran pembayarannya sesuai dengan sumber pengairan
dan telah mencapai nishab.
Zakat sayuran dan buah
Hasil
panen sayur dan buah tidak terkena zakat karena tidak memenuhi syarat
dikeluarkannya zakat. Hasil bumi yang wajib dizakati adalah yang merupakan
makanan pokok seperti beras (Indonesia), gandum (Timur Tengah), kurma (Timur
Tengah), jagung, serta makanan pokok yang lainnya. Sayuran tidak terkena zakat
karena tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama, begitu pula dengan
buah-buahan.
Zakat Peternakan
Zakat
hewan ternak hakaekatnya sama dengan produk pertanian lain, ada satu syarat tambahan yaitu ternak
tersebut lebih sering digembalakan di
padang rumput dibandingkan dicarikan makanan. Maknanya, si sapi lebih banyak memanfaatkan milik bersama
(padang rumput), dibandingkan effort-nya
si petani mencarikan rumput.
Nisab unta mulai dari 5 ekor, sedang untuk sapi minimal 30 ekor. Perhitungan zakat khusus sapi sebagaimana Tabel berikut:
Jumlah Sapi (ekor) |
Jumlah yang dikeluarkan |
30-39 |
1 ekor tabi’ atau tabi’ah |
40-59 |
1 ekor musinah |
60 |
2 ekor tabi’ atau 2
ekor tabi’ah |
70 |
1 ekor tabi dan 1
ekor musinnah |
80 |
2 ekor musinnah |
90 |
3 ekor tabi’ |
100 |
2 ekor tabi’ dan 1
ekor musinnah |
Catatan: Tabi’ atau tabi’ah adalah sapi jantan dan betina yang sudah berumur satu
tahun, dan Musinnah adalah sapi
betina yang sudah berusia 2 tahun
Untuk
nisab kambing adalah sebesar 40 ekor. Perhitungan zakat untuk kambing
adalah 1 ekor untuk 40 ekor kambing, 2 untuk 120 ekor, 3
untuk 200 lebih sampai 300 ekor, lalu selanjutnya 1 ekor tiap kelipatan 100 di
atas 300 ekor.
Zakat perikanan
Perikanan
setidaknya dua bentuk, yang budidaya (di tambak, kolam dll) dan yang langsung
tangkap bebas di laut. Zakat dari hasil tambak dihitung berdasarkan hasil usaha
selama setahun seperti pada zakat perniagaan, setelah memenuhi haul (sudah 1
tahun) dan mencapai nisab. Nisab apabila volume usaha sudah 20 dinar (1 dinar =
4,25 gram emas murni) atau sama dengan 85 gr emas. Jika harga emas per April
2020 ini Rp 900 ribu/gram, maka nisab menjadi Rp 76,5 juta. Zakat dihiung dari
pendapatan bersih, yakni setelah dikurangi biaya sarana produksi, sewa, tenaga
kerja, dan lain-lain. Jika pendapatan besih
Rp 30 juta, maka zakat adalah 2,5% x 30 juta = Rp 750 ribu.
Ada yang mengatakan bahwa zakat tambak
10% jika diqiyaskan dengan pertanian karena mengenyangkan. Tekanannya pada kata
“mengenyangkan”. Atau disamakan dengan zakat perdagangan yakni 2,5 %. Namun
yang kuat adalah yang menyamakan dengan zakat tanaman, karena banyak
persamaannya dalam hal pembibitan, pemeliharaan dan pemanenannya. Jika
demikian, nisabnya seharga dengan hasil tanaman yakni 5 (lima) wasaq (15
kwintal) berdasarkan hadits: “Tidak dikenakan zakat atas biji-bijian dan
tidak pula dikenakan zakat atas kurma sehingga mencapai lima wasaq”. “Dan
tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya”( al-An’am: 14). Jumlah zakat yang harus ditunaikan
sebesar 5 % dari hasil panen seluruhnya (hasil kotor).
Jika dihubungkan dengan haditss al-Bukhari, Ahmad dan Ahlu Sunan dari
Ibnu Umar: “Pada tanaman yang tersiram air hujan dari langit dan mata air
serta yang dialiri air parit (selokan) dikenakan zakat sepersepuluh, sedangkan
bagi tanaman yang disiram dengan sarana pengairan dikenakan zakat
seperduapuluh.
Mengingat untuk
pembudidayaan ikan membutuhkan biaya yang cukup banyak untuk pembibitan dan
pemeliharaan, maka disamakan dengan zakat tanaman yang pengairannya diusahakan
(dengan biaya), sehingga zakatnya sebesar 5 % bukan 10%. Wallahu a’lam.
Untuk perikanan laut,
sebagian ulama ada yang menyatakan tidak wajib zakat apa-apa yang dikeluarkan
dari laut. Namun pendapat Imam Ahmad yang memasukkan perikanan wajib zakat bagus
untuk kehati-hatian. Demikian pula, MUI mengatakan bahwa zakat pengusaha ikan
dianalogikan dengan zakat perdagangan karena dalam zakat pengusaha ikan
terdapat adanya modal hutang, mencapai nishab 85 gram emas dan mencapai haul (1
tahun) maka pengusaha ikan wajib zakat sebesar 2,5%.
Usaha penangkapan
ikan laut tergolong usaha yang dapat mendatangkan hasil besar. Sekali pulang
melaut dengan kapal cukup besar hasilnya bisa ratusan juta rupiah, sehingga
setahunnya menjadi milyaran. Zakat usaha penangkapan ikan laut adalah 2,5%,
yang disamakan dengan zakat perniagaan.
Zakat
perdagangan
Zakat perdagangan adalah zakat yang dikeluarkan dari harta
niaga, sedangkan harta niaga adalah harta atau aset yang diperjualbelikan
dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan. Nisab pada zakat barang dagangan ada perbedaan
pendapat. Bagi yang mewajibkannya, besaran nisab barang dagangan sama dengan
nisab emas.
Harta perdagangan yang dikenakan zakat dihitung dari
asset lancar usaha dikurangi hutang yang berjangka pendek (hutang yang jatuh
tempo hanya satu tahun). Jika selisih dari asset lancar dan hutang tersebut
sudah mencapai nisab, maka wajib dibayarkan zakatnya sebesar 2,5%.
Penetapan
besarnya nisab pada zakat perdagangan yang agak tinggi dibandingkan hasil
pertanian bertolak pada fakta historis. Pertama,
tingkat kepayahan para pedagang era Rasul dulu sangatlah jauh dibandingkan
dengan para petani. Pedagang saat dulu haruslah berjalan ratusan kilometer
bahkan sampai menyeberang ke negara lain dan perlu waktu berbulan-bulan atau
tahun untuk menjajakkan dagangannya.
Kedua, risiko yang
ditanggung para pedagang lebih tinggi dibandingkan dengan para petani. Kalau
petani kemungkinannya hanya rugi modal maka pedagang bisa lebih dari itu. Ia
bisa mengalami kebangkrutan karena adanya fluktuasi harga dagangannya, belum
lagi keamanan jiwa dan harta dagangannya di perjalanan.
Ketiga, komoditas
pertanian biasanya berupa kebutuhan pokok sehingga harganya akan konstan dan
pasti dibutuhkan. Sementara dalam perdagangan, tidak demikian.
Namun, posisi sosial ekonomi petani tampaknya perlu pula
dipertimbangkan terhadap profesi-profesi lain, khususnya pada soal nilai tukarnya.
Yang
Berhak Menerima Zakat
Penyaluran zakat telah diatur dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 60: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Jadi, ada delapan kelompok yang berhak menerima zakat mal yakni:
1. Fakir, orang
yang hampir tidak mempunyai apa-apa dan tidak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya.
2.
Miskin, orang-orang yang
mempunyai harta, namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup
sehari-hari.
3.
Amil, orang yang bertugas
mengumpulkan zakat (pengurus zakat).
4.
Mu’allaf, orang yang baru masuk
agama Islam dan memerlukan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
barunya.
5.
Hamba sahaya, budak yang ingin
memerdekakan dirinya.
6.
Gharimin, orang yang berhutang
uang untuk keperluan halal dan tidak sanggup membayarnya.
7.
Fisabilillah, orang yang
berjuang di jalan Allah, contohnya jihad dan berperang membela
agama Islam.
8. Ibnus sabil,
orang yang kehabisan biaya di tengah perjalanan (musafir).
Demikian kira-kira. Wallahu a’lam.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar