Sabtu, 09 Mei 2020

Subbab .4.3. PEMBIAYAAN USAHA PERTANIAN YANG SYARIAH

(Draf Buku “BERTANI DAN BERDAGANG SECARA ISLAMI” . Seri Buku Sosial Ekonomi Pertanian Islam.  Draft I – April 2020. Oleh: SYAHYUTI)


Pembiayaan usahatani selama ini, terutama petani kecil, umumnya dari kantong petani sendiri. Kalau bicara investasi, maka 90 persen lebih investasi usaha pertanian ya dari petani. Ia lah yang menanam modal, dan Ia pula yang deg-degan apakah investasinya menghasilkan atau ambyar.

Perbankan komersial masih membatasi diri dengan alasan tingginya resiko dan ketiadaan jaminan (collateral) dari petani. Namun di sisi lain, Saya sering menemukan petani menolak berhutang, karena haramnya bunga. Ini lah yang membuat program pembiayaan pertanian dari pemerintah kurang berhasil.

Namun, untuk usaha yang lebih berkembang, kita sulit menolak dukungan pembiayaan misalnya berupa pinjaman dari bank. Secara konseptual, pembiayaan pertanian memiliki makna luas, yakni berkaitan dengan sumbernya dari mana, pengelolaannya, jika berupa pinjaman bagaimana pengembaliannya, dan seterusnya.

Syukurlah, Indonesia telah lama mengembangkan pembiayaan syariah yang lebih sesuai Islam, tanpa menggunakan bunga. Dasarnya adalah UU No. 21 tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, meskipun di UU ini tidak ada pengaturan khusus untuk pertanian, bahkan tidak ada entry “pertanian” pada UU ini. Artinya, skim-skim pembiayaan antara pertanian dan non pertanian diperlakukan sama.

Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).  Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa lima bentuk transaksi yaitu:

a.       Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah,

b.       Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik,

c.        Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’,

d.       Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh, dan

e.        Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa.

Dalam melakukan kegiatan usahaberasaskan Prinsip Syariah, perbankan syariah menerapkan demokrasi ekonomi dan kehati-hatian. Untuk kegiatan pertanian, beberapa akad pembiayaan yang dapat dipilih adalah:

Satu, bagi hasil

Bagi hasil dapat menggunakan  akad mudharabah atau musyarakah. Yang dimaksud dengan mudharabah dalam menghimpun dana adalah akad kerja sama antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Nasabah) sebagai pemilik dana dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau Bank Syariah) yang bertindak sebagai pengelola dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang dituangkan dalam akad.

Sedangkan, musyarakah adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.

Dua, jual beli

Bentuknya ada tiga yakni akad murabahah, salam, atau istishna. Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli, dan si pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati. Sementara akad salam adalah dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati.

Pada akad istishna, barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan penjual atau pembuat (shani’). Terbebas dari penetapan bunga dan memberikan rasa aman, karena yang diberikan kepada nasabah adalah barang bukan uang dan tidak ada beban bunga yang ditetapkan di muka.

Tiga, pinjam meminjam

Akad qardh adalah pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

Empat, sewa menyewa

Ini berlaku untuk penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah. Yakni ijarahuntuk sewa, dan ijarah muntahiya bittamlik untuk sewa beli. Akad ijarah merupakan penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Beda dengan ijarah muntahiya bittamlik, terjadi pemindahan kepemilikan barang kepada penyewa.

Lima, pengambilalihan utang

Pada Akad hawalah berlangsung pengalihan utang dari pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.

Alternatif Pembiayaan Syariah Bagi Usaha Pertanian dan Peternakan

Pengembangan usaha dalam bidang pertanian dan peternakan berbasis akad syariah belum berkembang pesat, apalagi untuk petani yang memiliki lahan terbatas dan termasuk kategori kurang mampu yang selama ini membuat alergi bank umum.

Sudah cukup dikembangkan skim Plasma Syariah. Ini adalah pengembangan sistem kerjasama dari agro industri, perbankan syariah, masyarakat petani dan peternak dan lembaga amil zakat dan wakaf. Lembaga Amil Zakat dan Wakaf membantu dalam bentuk asset tanah waqaf untuk pertanian dan peternakan terpadu. Hal ini memberikan masyarakat lahan yang cukup secara ekonomi. Akad perjanjian dapat menggunakan qardh (pinjaman kebajikan) berupa lahan yang dapat dikelola selama hitungan tahun. Hal ini pernah dilaksanakan oleh Dompet Dhuafa dan Rumah Zakat.

Pengusaha yang menjadi penampung hasil pertanian dan peternakan masyarakat bisa menggunakan akad perjanjian salam. Dimana pengusaha meminta spesifikasi yang dibutuhkan dari usaha pertanian dan peternakan masyarakat dengan kontrak tertulis.

Sedangkan untuk pihak perbankan bisa mengeluarkan akad syariah berubah musyarakah dengan pihak pengusaha atau menggunakan aqad mudharabah (bagi hasil) dengan menggunakan profit sharing (berbagi keuntungan) atau revenue net sharing (berbagi pendapatan bersih).

Potensi besar skim Qard Al Hasan

Pembiayaan dengan pola qard al hasan ini telah banyak diberikan untuk para pelaku usaha mikro. Beberapa penelitian mengenai implementasi pembiayaan qard al hasan juga menunjukkan hasil yang berdampak positif bagi masyarakat.

Penelitian tentang efektivitas pembiayaan qard al hasan oleh Baitul Mal Wat Tamwil di Jawa Tengah mendapatkan hasil yang positif. Demikian pula, pemberdayaan ekonomi oleh lembaga Dompet Dhuafa di Jawa Barat mendapatkan bahwa pembiayaan qard al hasan mampu memperbaiki pemberdayaan ekonomi yang dilakukan oleh lembaga tersebut.

Pihak lain yang juga menerapkan pembiayaan qard al hasan pada satu Gapoktan di Cianjur. Gapoktan memfasilitiasi pembiayaan bagi para petani anggotanya dengan pola ini. Di awal dana yang dikelola adalah Rp 70 juta dan setelah empat tahun dana meningkat menjadi Rp 170 juta lebih. Petani penerima yang semula hanya 87 orang, saat ini sudah mencapai 209 orang.

Ini menunjukkan bahwa pembiayaan qard al hasan tepat untuk membantu modal petani, khususnya petani kecil yang tergolong dhuafa  (needy). Penerima dibatasi pada penguasaan lahan maksimal 0,25 hektar, dan sumber dana yang digunakan berasal dari zakat, infaq, dan sedekah. Sistem qard al hasan tidak meminta jaminan, prosedur yang rumit, serta biaya administrasi (khusus untuk biaya administrasi secara hukum dibolehkan). Metode ini sangat tepat untuk petani kecil.

Apa itu pembiayaan syariah? Pembiayaan syariah adalah aktivitas memberikan bantuan dana untuk para pelaku usaha dengan berlandaskan pada prinsip syariah. Dikarenakan berprinsip syariah, maka dana yang diberikan tidak dalam bentuk pinjaman. Karena bila dalam bentuk pinjaman maka tidak boleh ada tambahan didalamnya. Landasan dari tidak bolehnya ada tambahan/manfaat dari pinjaman adalah hadits Nabi SAW yang artinya, “Setiap pinjaman yang mengandung manfaat adalah riba”

Atas dasar hal tersebut, pembiayaan syariah umumnya dilakukan dalam bentuk jual beli. Skemanya adalah si penyedia pembiayaan akan membantu membelikan barang yang dibutuhkan petani atau pengusaha pertanian dengan harga yang sudah disepakati ditambah dengan margin.

Pembiayaan produktif ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas produksi di antaranya untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Pembiayaan ini terbagi menjadi dua jenis, diantaranya.

·         Pembiayaan modal kerja, yakni pembiayaan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam meningkatkan keuangan, jumlah hasil produksi secara kuantitatif dan secara kualitatif meningkatkan mutu hasil produksi untuk keperluan perdagangan dan peningkatan utility of place dari suatu hasil produksi yang berupa barang.

·         Pembiayaan investasi, yakni pembiayaan untuk memenuhi suatu kebutuhan seperti modal (capital goods) bertujuan peningkatan fasilitas – fasilitas terkait.

Dalam mekanisme pembiayaan syariah dimungkinkan memberikan agunan atau jaminan. Menurut pasal 1 angka 26 UU perbankan syariah, pengertian agunan adalah jaminan tambahan, baik berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak yang diserahkan oleh pemilik agunan kepada bank syariah dan UUS, guna menjamin pelunasan kewajiban nasabah penerima fasilitas. Agunan dapat berupa surat berharga dan  garansi resiko yang disediakan oleh debitur untuk menanggung pembayaran kembali suatu pembiayaan, apabila debitur tidak dapat melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.

Wallahu alam bish shawab.

*****


Tidak ada komentar:

Posting Komentar